Blog ini sudah mati. Entah kapan Ia dapat bangun kembali. :)
Kamis, 19 Juli 2018
Minggu, 11 Oktober 2015
Dear
my future husband...
Di
suatu malam,
yang
tenang namun terasa gaduh,
sepi
namun terasa mencekik,
dingin
namun terasa membakar,
senyap
namun terasa menusuk,
aku
sunguh tak bisa tidur....
Ah
sudahlah.....sajak ini terlalu membosankan, karena sesungguhnya saat itu aku
sedang malam yg pecah. Seperti hati ini yang kala itu pecah berkeping-keping.
Aku
tenggelam dalam genangan air yang aku buat sendiri, terlalu dalam aku
membuatnya membuatku tenggelam terlalu dalam.
Pernahkah
kamu merasa menjadi orang paling bodoh di atas tanah ini?
Seseorang
yang datang dan tak pernah pergi sampai sekaran berkata, “Saat berdoa jangan
meminta kemudahan hidup, tapi mintalah agar tetap dikuatkan saat semua terasa
tak mudah. Hidup gak melulu soal cinta.”
Aku
terlalu jauh berjalan, mencari sesuatu yang aku pun tak tahu apa sebenarnya
yang aku cari. Dan tanpa sadar yang aku cari selama ini ada di sampingku, tanpa
pernah sedikit pun pergi atau sekedar berfikir untuk meningalkanku seorang
diri.
Dear
My Future Husband.....
Maaf
kan jika waktu yang berlalu masih saja menghantuiku,
Maafkan
aku membuatmu terlalu lama menunggu,
Maafkan
jika aku tak pernah menyadiri hadirmu sejak dulu,
Maafkan
aku yang terlalu melulu bicara waktu yang tak pernah kembali lagi,
Percayalah
jika sekarang aku tak akan membuatmu menunggu lagi,
Percayalah
jika aku ingin memulai lagi dengan mu,
Percayalah
jika aku sunggu berusaha menjadi yang terbaik untukmu,
Percayalah
jika aku menyesal tak mau mendengarmu sejak dulu,
Percayalah
aku akan selalu ada untukmu,
Tak
usah terburu-buru untukmu percaya,
Karena
aku akan selalu membuktikannya
Tanpa
henti berusaha, agar kelak kau percaya.
Aku
sudah jera bermain api cinta. Tak ada lagi yang ingin aku cari, karena denganmu
aku merasa sempurna. Karena lingkaran kesempurnaan tidak akan pernah putus jika
kau tak memutuskannya. Dan aku memilihmu dan akan ku jadikan kau sempurna. Bersamaku
kita akan membangun rumah cinta impian, melewati setiap krikil yang
menghalangi, bertahan kala hujan datang agar tak tumbang. Ku percaya, bersamamu
aku bisa melewati semuanya.
Dear
My Future Husband........
Aku
tidak akan membiarkan kesempatan berlalu begitu saja,
Percayalah,
aku tak pernah bermain jika itu tak pantas dipermainkan,
Pelan
tapi pasti kau akan percaya dan tidak akan membiarkanku berdiri kedinginan
sendiri, tak akan membiarkanku berjalan sendiri. Kita akan berjalan beriringan
sampai saatnya kita beriringan di pelaminan, seperti yang kau inginkan.
Percayalah
aku selalu berdoa seperti yang kamu inginkan, berjuang sampai saat itu tiba
karena Tuhan tidak akan membiarkan kita terpisah.
Kamu
seperti malam nan indah, aku tak ingin mentari segera terbit karena malam
terlalu indah untuk ku biarkan pergi..........
Bukan
kata-kata romantis, atau sekedar bualan.
Ditulis
dengan hati dan juga jari manis semanis senyumanmu.
Teruntuk
seseorang yang sering ku sebut EEK dalam hidupku karena Dia terlalu menyebalkan
untuk disebut pacar. My 2020!!!!!!
Dari
DETIK MILAND, Desy Cantik Mirip Chelsea Island *kata si eek
Yogyakarta,
11 Oktober 2015 (21:23)
-Desy
Afrida Hardiyati-
Senin, 27 April 2015
BANTAL FOTO JOGJA
Haiii bundaaa sistaa, kakak Selamat Siang 😂 numpang buka lapak yaa 😆
Boneka Bantal Foto lucu cocok buat kado ulang tahun, anniversary, kado wedding, sekadar gift dll. Bisa Reques Bentuk, ukuran, warna, bahan kain, boleh desain sendiri, boleh juga bawa boneka sendiri dari rumah trus di kasih foto disini, Harga murmer tergantung ukuran mulai 40rb-300rb. Pesan minimal 2hari sebelum ambil yaa . Buat reseller buka PO biar dapet harga khusus min order 5 buah ya😁 info lebih lanjut WA: 087739254716. PIN BB: 5F03DB81 .. JOGJA/JNE/POS/BRI/CIMB.
Bantal Persegi ready dari ukuran 30x30 sampai 100x100
Harga : 30x30 Rp. 50.000
40x40 Rp. 60.000
50x50 Rp. 80.000
60x60 Rp. 110.000
70x70 Rp. 135.000
80x80 Rp. 180.000
90x90 Rp. 225.000
100x100 Rp. 250.000
40x40 Rp. 60.000
50x50 Rp. 80.000
60x60 Rp. 110.000
70x70 Rp. 135.000
80x80 Rp. 180.000
90x90 Rp. 225.000
100x100 Rp. 250.000
Bantal Persegi panjang ready dari ukuran 40x60 sampai 40x100cm
50x60cm
60x70
70x80
80x90
90x100
Harga Bantal Persegi Panjang
20x30 Rp. 35.000
40x150 Rp. 185.000 50x90 Rp. 125.000 50x70 Rp. 100.000 40x30 Rp. 55.000
40x50 Rp. 70.000
40x60 Rp. 80.000
40x70 Rp. 90.000
40x80 Rp. 100.000
40x90 Rp. 110.000
40x100 Rp. 120.000
50x60 Rp. 90.000
60x70 Rp. 110.000 70x80 Rp. 170.000 80x90 Rp. 195.000 90x100 Rp. 240.000 |
Bantal BUNGA ready dari ukuran diameter 40cm sampai 100cm
Harga Bantal Bunga
25x25cm Rp. 40.000
40cm Rp.60.000
50cm Rp.85.000
60cm Rp. 100.000
70cm Rp.145.000
80cm Rp. 190.000
90cm Rp. 225.000
100cm Rp. 265.000
Harga Bantal Bunga
25x25cm Rp. 40.000
40cm Rp.60.000
50cm Rp.85.000
60cm Rp. 100.000
70cm Rp.145.000
80cm Rp. 190.000
90cm Rp. 225.000
100cm Rp. 265.000
Bantal Bola ready dari ukuran diameter 40cm sampai 100cm
Harga Bantal Bola
40cm Rp.65.000
50cm Rp.80.000
60cm Rp. 105.000
70cm Rp.135.000
80cm Rp. 190.000
90cm Rp. 230.000
100cm Rp. 265.000
Harga Bantal Bola
40cm Rp.65.000
50cm Rp.80.000
60cm Rp. 105.000
70cm Rp.135.000
80cm Rp. 190.000
90cm Rp. 230.000
100cm Rp. 265.000
Guling Foto ready dari ukuran Panjang 65,70,80,90,100cm
Harga Guling
20x30 Rp. 40.000
65cm Rp. 75.000
70cm Rp. 85.000
80cm Rp. 100.000
90cm Rp.115.00
100cm Rp. 125.000
Harga Guling
20x30 Rp. 40.000
65cm Rp. 75.000
70cm Rp. 85.000
80cm Rp. 100.000
90cm Rp.115.00
100cm Rp. 125.000
Bantal LOVE ready dari ukuran diameter 40cm sampai 100cm
Harga Bantal LOVE
40x30cm Rp.65.000
40x50cm Rp.80.000
50x60cm Rp. 100.000
60x70cm Rp.125.000
70x80cm Rp. 185.000
80x90cm Rp. 225.000
90x100cm Rp. 250.000
Harga Bantal LOVE
40x30cm Rp.65.000
40x50cm Rp.80.000
50x60cm Rp. 100.000
60x70cm Rp.125.000
70x80cm Rp. 185.000
80x90cm Rp. 225.000
90x100cm Rp. 250.000
Bantal BAJU ready 40X45cm Harga Rp. 65.000
Ada juga Bantal karakter yg bisa disisipin foto bunda, hehe cek this out................
Bantal Karakter Bintang ready dari ukuran 40 Harga 51.000
Bantal Karakter ready dari ukuran 40x60:
Harga Bntal Karakter
Bantak Pinguin Rp. 70.000
Bantal Thomas (kereta) 50x60cm Rp. 110.000
Bantal Beruang 40x60cm Rp. 75.000
Bantal minion 40x60cm Rp. 75.000
Bantal Hellokitty 40x60cm Rp. 75.000
Bantal monyet 40x60cm Rp. 75.000
Bantal Masha 40x60cm Rp. 75.000
Bantal Pororo 40x60cm Rp. 75.000
Harga Bntal Karakter
Bantak Pinguin Rp. 70.000
Bantal Thomas (kereta) 50x60cm Rp. 110.000
Bantal Beruang 40x60cm Rp. 75.000
Bantal minion 40x60cm Rp. 75.000
Bantal Hellokitty 40x60cm Rp. 75.000
Bantal monyet 40x60cm Rp. 75.000
Bantal Masha 40x60cm Rp. 75.000
Bantal Pororo 40x60cm Rp. 75.000
Kepala AngryBird Rp. 75.000
Bantal Keroppi Rp. 75.000
Bantal Panda Rp. 75.000
Boneka Beruang 30x40 Rp. 75.000
Boneka Beruang 50x70 Rp. 100.000
Masha tinggi 1m Rp. 240.000
Boneka Doraemon Rp. 75.000
Bantal Keroppi Rp. 75.000
Bantal Panda Rp. 75.000
Boneka Beruang 30x40 Rp. 75.000
Boneka Beruang 50x70 Rp. 100.000
Masha tinggi 1m Rp. 240.000
Boneka Doraemon Rp. 75.000
selain itu bunda juga bisa bawa boneka darirumah trus di ganti deh mau gimana sama foto bunda...
Jadinya gini nih, lucuu kaaann.... Harganya tergantung area cetak foto, maximal A3, ongkosnya 25rb-40rb termasuk ongkos jahit.
--------------------------------------------------------------------------------
Satu set Bantal cocok buat kado dedek bayi bundaaa
Harga satu Set Rp. 170.000 (1 bantal, 2guling)
Harga satu Set Rp. 170.000 (1 bantal, 2guling)
Nah itu contoh sampel-sampel bantalnya bunda, bunda bisa reques juga bentuk dan ukuran serta bahan kainnya. Bisa pakai kain Rasfur(bulu panjang) dan kain Velboa(bulu pendek).
Produksinya cepet banget kak. Pagi hari pesan, besok pagi udah bisa jadi loohh, cpt bgt kaan...
Minat? Mau tanya2? Langsung WhatsApp : 087739254716 . PIN : 5F03DB81
CARA ORDER?
-Pilih bentuk dan ukuran bantal
-pilih warna(foto diatas)
-kirim foto (via whatsapp, BBM)
-kirim bukti transfer
Paginya kita kirim deh kak
Tidak melayani COD diluar Bantul ya kak. Okay
Kakak juga bisa bawa boneka sendiri trus di kasih foto kakak, cantik kaaan....
Don't Forget!!!
FAST RESPON WHATSAPP: 087739254716 . JOGJA/JNE/POS/BRI/CIMB/MANDIRI
email: desyafrida96@yahoo.com
WA : 087739254716
Bbm: 5F03DB81
LINE: dsafrida
Jumat, 10 April 2015
Cinta si Anak Luar Biasa
Matahari
kembali datang menyapa. Aku terbangun saat ku rasa ada bunyi nada monoton yang
berbunyi tak jauh dari telingaku. “kringgg kringgg kringgg kringgg” suara alarm
jam meja tua hadiah pemberian ayahku saat ulang tahunku yang ke-17. Menandakan
jam sudah menunjukkan pukul 5.15 WIB. Aku coba membuka kedua pelupuk mata ini
sembari tanganku mencoba meraih jam meja yang aku letakkan di atas meja,
bersebelahan dengan kalender duduk, dan lampu hias kecil warna merah.
“Bruuggghhhhhh...” “aduhhhhh” badanku malah terjatuh dari ranjang kayu dan
terjuntai di atas lantai tanpa alas apapun.
Aku adalah mahasiswa
rantauan asal Kulon Progo, DIY bagian barat yang kuliah di suatu perguruan tinggi
ternama di Indonesia yang terletak di Yogyakarta. Mahasiswa Supersemar semester
akhir dengan nilai-nilai dan prestasi akademik yang cukup memuaskan membuatku
banyak dikenal teman-teman kampusku. Karena aku selalu mencoba menjalankan
amanah dari ibu saat aku masuk kuliah pertama kali dulu, “kuliah yang benar,
pesan ibu satu. Belajar menundukkan kepala, bertanya kepada siapa saja yang
bisa kamu anggap guru. Dan selalu memakai ilmu padi yang semakin berisi semakin
menunduk.”
Ku buka gorden warna
merah jambu yang semampai di balik jendela tua, dan ku buka pula jendela tua
itu sampai angin dan cahaya pagi masuk ke dalam kamar kosku di lantai 2 ini.
Pagi ini begitu cerah, terdengar suara ayam jago yang sepertinya sedang latihan
berkokok atau sedang memikat ayam betina milik tetangga kos ku itu.
Segera aku menuju ke
kamar mandi karena rasa ingin segera mengguyur muka dengan air wudhu. Ternyata
harapanku tak berjalan begitu mulus, terlihat terlalu banyak antrian
orang-orang yang ingin mengguyur muka mereka juga. Beginilah derita anak
rantauan yang setiap pagi harus mengantri lumayan lama, beberapa menit yang
seharusnya bisa digunakan untuk hal yang lain tapi harus digunakan untuk
mengantri mandi. Malas rasanya saat pelupuk
mata belum bisa terbuka harus berdiri antri seperti ini. Aku pergi
menuju kran air yang sudah mulai karatan di samping kamar mandi, sholat dulu
biar nanti mandi setelah sholat pikirku. Segar sekali rasanya terguyur air
wudhu ini, Subhanallah.
Jilbab besar yang
disebut mukena warna putih bercorak bunga dan bordir pink meski warna pinknya
sudah banyak yang mulai luntur karena sering dicuci sudah ku pakai rapi. Mukena
ini pemberian ibuku saat pertama masuk kuliah dengan pesan supaya aku tidak
pernah melalaikan sholatku agar kuliahku berjalan lancar dan dimudahkan dalam
segala hal. Selesai dua rokaat pagi ini tak lupa aku panjatkan doa untuk ibu
dan ayahku di rumah agar mereka sehat selalu.
“Allahumafirlanaa dzunubanaa
waliwalidainawarkhamhumaa kamarobbayaanaashoghira Ya Allah ampinilah dosaku dan
dosa kedua orang tuaku, dan kasihanilah mereka seperti mereka mengasihiku
sewaktu aku kecil. Amin ya Rabbal’alamin”
Usai berdoa dan
berdzikir aku melipat mukena putih yang sudah mulai lusuh ini dan meletakkannya
di lemari kecil bersama baju-bajuku. Aku bergegas mengambil handuk dan segera
kembali ke kamar mandi dimana tempat orang-orang berantri panjang tadi. Sampai
di tempat terlihat tinggal sedikit orang, tinggal tetangga sekaligus teman
sebelah kamarku. Kami sama-sama pejuang yang merantau jauh dari orang tua hanya
ingin membuat orang tua kita menangis bahagia, bangga melihat kita kelak
memakai baju toga lengkap dengan topi toga itu. Dan aku akan menyeka embun di
kedua pelupuk mata ibuku nanti.
Jam menunjukkan pukul
8.00 WIB, setelah berdandan rapi dengan hem coklat dan rok hitam serta jilbab
krem bermotif bunga-bunga aku bergegas pergi ke kampus. Sambil menunggu ada
‘bus tuyul’ yang lewat aku mengamati sekitar daerahku tinggal. Terlihat sudah
sepi, hanya tinggal ibu-ibu yang menyapu dan berberes latar mereka. Tak lama
kemudian, ‘bus tuyul’ yang ku nanti-nantikan akhirnya datang. “Jl. Colombo,
Karangmalang, Pak!”
Kelas dimulai pukul 9
dan hari ini adalah pembagian tempat pembekalan KKN. Hari-hari kuliah terasa
cepat sampai tidak terasa aku akan memasuki semester 8. Semester terakhir dan
tahun wisudaku. Dosen membagikan tempat-tempat dimana kami akan mendapatkan
pembekalan beserta kelompok KKN-nya dan kelas pun berakhir. Pagi itu aku
mendapat tempat pembekalan di Jl. Tamansiswa di suatu gedung lembaga.
Aku sedikit mengeluh
setelah acara pembekalan KKN selesai, karena mendapat tempat KKN yang cukup
jauh dari kos, dan tempatnya lumayan terpencil jauh dari keramaian. “Jalani
saja, mungkin akan menyenangkan hidup di desa. Kamu akan dapat banyak
pengalaman baru nduk.” Kata ibu saat aku mengeluh padanya lewat telepon wartel
samping kos.
Hari ini adalah hari
pertama keberangkatanku KKN. Dan tidak akan pulang sebelum 1 bulan atau setelah
tugas KKN ini berakhir. Semalam sudah aku persiapkan semua kebutuhan dan
peralatan yang diperlukan sebulan di sana. Berat sekali isi koperku ini, bagai
mau pergi merantau lagi di daerah yang lebih jauh. Setelah berkumpul dengan
teman-teman satu kelompok KKN kami berangkat dengan berboncengan motor.
Barang-barang kami angkut dengan mobil pick-up karena terasa sangat banyak
barang bawaan kami.
Tibalah kami di sebuah
desa yang sangat jauh dari keramaian, Desa Tanjungsari. Desa yang begitu hijau
dengan pohon jati dan pohon pisang dimana-mana. Rindang sekali desa ini, dan
tidak terlihat ada gedung pencakar langit sepanjang mata memandang. Udara
begitu segar, jauh dari udara di kota. Pemukiman penduduk juga masih
jarang-jarang, jarak antar rumah bisa sampai 100m lebih, begitu asri Tanjungsari
ini.
Sampai di rumah kepala
desa, kami disambut oleh Bapak kepala desa yang kami kenal bernama Pak Sosro
dan Ibu kepala desa Ibu Tina. Kami dipersilakan masuk ke dalam ruang tamu Pak
Sosro, di dalam Pak Sosro memberikan sekilas info tentang Desa Tanjungsari ini.
Dan tempat-tempat yang mungkin penting bagi kami, seperti warung, puskesmas dan
sekolahan. Setelah selesai berbincang dengan Pak Sosro dan minuman sudah tinggal
beberapa tetes Pak Sosro mengajak kami ke rumah kosong yang akan kita tempati
selama sebulan ini.
Tidak jauh dari rumah
Pak Sosro, rumah kecil dengan teras kecil bercat putih yang sudah mulai
mengelupas. Aku bersama Ninik, Anik, Sri, Ning dan teman laki-laki Didik, Yono,
Tegar membawa masuk semua perlengkapan yang kami bawa dari mobil pick-up. Satu
kamar untuk aku, ninik, dan anik. Satu kamar untuk Sri dan Ning. Dan satu kamar
untuk laki-laki. Tidak begitu kecil rumah ini, sekiranya sudah cukup untuk 8
orang.
Jam
menunjukkan pukul 7 malam, setelah sholat berjamaah di masjid bersama kawan
lain, kami berkumpul di ruang tamu untuk diskusi masalah proker selama KKN.
Setiap pagi selama KKN kami akan mengajar di suatu sekolah yang istimewa.
Setingkat dengan SLTA, tapi sekolah ini lebih luar biasa karena kami akan mengajar
di Sekolah Luar Biasa tingkat SMA di SLB Binajiwa. Kesan awal, aku sama sekali
tidak yakin bisa mengajar di sekolah itu karena aku sama sekali tidak punya
pengalaman mengajar anak-anak istimewa titipan Illahi ini.
Kami
beranjak tidur dan pergi ke kamar masing-masing setelah pembahasan proker
selesai, berharap segera ingin matahari kembali menyapa.
Pagi
ini adalah hari pertama kami datang di SLB Binajiwa, selesai pembagian tugas
dan tanggung jawab kelas yang harus diajar oleh Ibu Kepala bagian personalia, kami
segera masuk ke kelas masing-masing. Aku bersama Ninik masuk ke kelas 11A yang
berisi 20 anak. Ada 13 anak laki-laki dan sisanya perempuan. Wajah polos mereka
dengan segala kekurangan yang mereka miliki membuat hatiku bergetar, bangga
rasanya aku berdiri di depan mereka. Aku memperkenalkan diri di depan kelas dan
mendapat sambutan dari mereka, senyum lepas mereka begitu semangat menjawab salamku,
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang aku tanyakan pada mereka. Mereka begitu
polos, tertawa lepas seakan tidak ada beban pikiran di hidup mereka. Bahagianya,
aku sangat terhibur dengan adanya mereka di sekelilingku. Padahal umur mereka
yang rata-rata seumuran dengan kami, ada pula yang lebih tua dari kami
mahasiswa semester 7.
Setiap
pagi aku semangat sekali berangkat ke sekolah SLB ini. Sampai suatu hari di
kelas saat murid yang bernama Budi mengikutiku kemana saja aku pergi. Budi
Yulianto anak orang kaya dan terpandang dari Jepara dan terlahir cacat mental,
dia pun diasingkan oleh keluarganya di SLB Binajiwa di daerah Tanjungsari yang
sangat terpencil. Setiap jam pelajaran selesai dia menangis, dia tidak ingin
aku keluar dari ruangan. Apapun yang dia lakukan dia akan selalu ingin di
dekatku. Aku tidak merasa aneh sama sekali, justru bahagia jika ada muridku
yang dekat denganku.
Matahari
mulai terlihat makin bersembunyi di balik garis katulistiwa membuat bumi Tanjungsari
ini sedikit teduh. Awan mulai menjinggakan dirinya dan aku sendiri segera
melepaskan penat seharian ini. Merebahkan tubuh di atas tempat tidur tanpa
ranjang milik Pak Sosro. Melamun sebentar melepas segala penat dan keringat
seharian ini, dan seseorang memanggil namaku membuyarkan lamunanku. Segera aku
beranjak dari tempat tidur karena Anik memanggilku karena ada seseorang yang
mencariku, ternyata Budi. Aku segera keluar menuju ruang tamu dan tidak melihat
Budi di ruangan itu, terlihat meja tua milik Pak Sosro bergerak dan aku tahu
itu Budi yang bersembunyi di kolong meja. Entahlah aku tidak mengerti motivasi
dia. Aku suruh dia keluar dari kolong meja lalu mengajak dia duduk di kursi
tamu diruangan itu.
Hari-hari
selanjutnya kerena tugas kami mengajar murid-murid sekolah SLB Binajiwa membuat
rumah kami setiap hari ramai dengan murid-murid yang ingin belajar bersama
dirumah, termasuk Budi. Setiap hari dia datang dan seperti biasa dia selalu
bersembunyi di kolong meja sampai aku menyuruhnya keluar dari sana, ternyata dia
malu. Sampai pada suatu malam minggu aku kedatangan tamu teman laki-laki dari
posko KKN sebelah desa saat Budi juga sedang di rumah poskoku. Dia ngambek dan
bersembunyi di balik pintu enggan juga keluar sampai teman laki-lakiku pulang.
Suatu
hari Ninik teman sekamarku memberiku selembar surat dengan amplop warna pink
entah isinya apa. “Ini dari Budi, katanya untuk kamu” kata Ninik sembari
memberikan surat itu. Di dalam amplop itu ada selembar surat dengan surat warna
pink dengan animasi bunga-bunga dan tercium seperti ada bau parfum di kertas
itu.
“Nama:
Budi Yulianto
Nama
Ayah: Yadi Yulianto
Nama
Ibu: Purwanti Yulianto
Nama Adik: Adi Bakti Yulianto”
Begitulah isi surat itu, aku sungguh
tidak mengerti arti dari surat itu. Mungkin hanya iseng karena sudah bisa
menulis dan mempraktikan seperti yang di ajarkan di sekolah.
Pagi
ini aku bertemu Budi di sekolah, aku menyapa dan mengajaknya senyum. Tapi entah
apa yang ada dalam pikirannya, dia seperti marah padaku. Dengan muka kesal,
bibir manyun membuatku tertawa sendiri dalam hati karena aku tidak merasa punya
salah apapun padanya. Siangnya ada surat yang sama lagi aku terima, dengan
amplop dan isi yang sama persis. Aku belum juga paham maksud Budi mengirim
surat ini. aku menganggapnya biasa saja karena memang ada yang kurang pada
dirinya. Saat bertemu di sekolah sehari setelah surat itu aku baca, dia bermuka
lebih kesal dan ternyata aku tahu dia kesal karena aku tidak membalas surat
yang dia kirim. Dan itu berlanjut sampai ada setumpuk surat dari Budi yang
isinya sama.
30
hari sudah kami mengabdi pada desa Tanjungsari dan SLB Binajiwa, tidak terasa
sudah saatnya mengucapkan selamat tinggal pada teman-teman luar biasa yang kami
ajar di SLB Binajiwa. Teman-teman yang menumbuhkan semangat belajar kami untuk
meneruskan perjalanan pendidikan kami lebih tinggi lagi dengan segala
kekurangan mereka, mereka bisa punya semangat untuk menuntut ilmu.
Hari
ini adalah hari terakhir mengajar di kelas SLB Binajiwa, berpamitan dengan
anak-anak tapi sepertinya mereka tidak berkenan memberi ijin kami pulang.
“semangat teman-teman, kalian istimewa dan luar biasa.” Kami pun pulang dengan
membawa kenangan dari SLB Binajiwa yang akan selalu ada di hati kami, senyum
anak-anak luar biasa yang tidak akan kami lupakan.
Sore
ini setelah membereskan segala pakaian dan barang-barang kami berpamitan dengan
Pak sosro, karena kami juga sudah mengadakan perpisahan kecil di kampung tadi
malam, kami langsung bersiap untuk perjalanan menuju kota. Tapi muridku Budi
yang ikut membantu membereskan barang-barang kami, tidak mengijinkan aku
pulang, dia merengek menangis menahanku agar tidak pergi. Dan akhirnya kami
pulang setelah Budi di tenangkan oleh Pak Sosro dan Istri setelah aku berjanji
akan datang lagi untuk menjenguknya.
Hari-hari
disisa akhir kuliahku berjalan begitu cepat. Aku masih dengan keseharianku di
kos dan tugas sekeripsi tentunya yang sudah menantiku untuk selangkah maju menuju
baju toga itu. Siang ini aku hanya menganggur dan bosan sekali di kos, tidak
ada aktivitas menyenangkan yang bisa aku kerjakan sampai tiba-tiba aku di
panggil teman kamar sebelahku. Terdengar ramai diluar sepertinya ada hal yang
tidak biasa, ternyata aku kedatangan tamu dari desa Tanjungsari. Aku begitu
kaget melihat sosok orang dengan badan besar tinggi, berkumis tipis dan brewok
tipis di dahinya. Orang itu berumur sekitar 28th, dia adalah Budi murid SLB Binajiwa.
Tidak kaget kalau kos-kosan mendadak heboh karena ada anak SLB yang mencariku.
Aku
sama sekali tidak menyangka Budi bisa sampai ke tempat kos ku yang berjalak
jauh dari desa Tanjungsari, aku melihat ditangannya menggenggam kertas
bertuliskan “Dari jalan pahlawan Tanjungkarang naik bus Mahardika sampai ke
terminal Sukokiwo. Lalu naik BUSKencana bilang sama Pak Kenek Busmau ke Terminal Giwangan. Lalu turun
dan cari Buslagi jurusan Jogja kota baru. Lalu naik BusTuyul sampai ke desa
Babarsari RT 4 gang Pandan wangi”. Selembar surat itu dari guru Budi di SLB Binajiwa.
Aku
mengajak Budi jalan-jalan sebentar lalu mampir di warung kopi di Desa tempat
aku kos. Banyak juga yang bertanya termasuk Ibu pemilik warung kopi, “adiknya
ya mbak?” bingungnya aku mau menjawab apa. Senyum kecil isyarat untuk Ibu pemilik
warung kopi, dan semoga Ia paham. Selesai makan aku mengantar Budi ke terminal
dan mencarikannya bus yang langsung menuju ke Tanjungsari.
Sore
ini aku mencoba berkelut dengan sekeripsiku, panas dan begitu penat melihat
lembar-lembar kertas yang tak kunjung selesai. Tiba-tiba ada Ibu kos yang
mengetuk pintu kamarku, aku segera membukakan pintu dan mempersilahkan Beliau
masuk. Aku terkejut saat Ibu Kos memberikan kabar tentang kabar Budi yang
sekarang sedang Opname di JIH (Jogja International Hospital). Keluarga Budi
memintaku untuk datang ke Rumah Sakit atas permintaan Budi karena menurut
informasi dari Ibu Kos dia demam tinggi dan mengigo memanggil-manggil namaku.
aku segera bergegas mandi dan bersiap ke JIH sore ini juga.
Sesampai
di Rumah Sakit aku langsung menuju ke bagian informasi untuk menanyakan di
kamar mana Budi di rawat. Segera aku menuju kamar kelas 1 dan aku mengintip
sedikit di balik gorden pintu, aku melihat Budi yang matanya tertutup tapi
mulutnya seperti masih berteriak-teriak. Aku beranikan diri untuk masuk menemui
Budi dan keluarganya. Aku pegang tangannya dan berkata “Aku di sini Budi,
menjenguk kamu. Budi apa kabar?”. Dia membalas memegang tangaku dan membuka matanya,
dia terlihat begitu gembira dengan senyum polos selalu dia berikan padaku dulu.
Badannya memang panas dan sepertinya keadaaannya buruk.
Jam
kunjung Rumah Sakit sudah habis karena sudah lebih dari jam 8 malam. Aku ingin
segera berpamitan dengan Budi dan keluarganya. Tapi Budi mengamuk dan
benar-benar tidak mengijinkankku untuk pergi. Dia memegang tanganku erat-erat
sambil tetap berteriak-teriak meminta Ibu dan Ayahnya untuk menahanku tetap di
sana. Perasaanku campur aduk, dari yang awalnya ragu untuk datang memenuhi
permintaan orangtuanya dan sekarang ditambah aku yang tidak di ijinkannya
pulang. Ibunya terlihat meneteskan air mata tersirat harapan agar aku tetap di
sini menemani sisa hidup Budi. Ada bagian di air mata Ibu Budi yang mengerti
perasaanku, tidak mungkin aku mengorbankan hidupku untuk menemani Budi mengorbankan
masa depanku yang masih panjang ini. Dan akhirnya dengan terpaksa aku harus
meninggalkan Budi yang keadaannya masih buruk dan berharap dia segera sehat
kembali. “semoga lekas sembuh ya Budi, aku selalu berdoa untukmu. Kapan-kapan
aku akan main ke rumahmu kalau kamu sudah sembuhJ”, meskipun Budi
tetap mengamuk dan menangis akan kepergianku malam itu.
Berbulan-bulan
lamanya aku memendam cerita cinta si anak luar biasa itu tanpa ada siapapun
yang tahu kecuali Budi dan keluarganya. Sampai suatu hari aku mendengar kabar
yang kurang menyenangkan dari teman KKNku dulu. Kabar duka dari Budi Yulianto
yang sekarang sudah berpulang dan meninggalkan puing-puing kenangan di hati
diumurnya ke-30. Kisah cinta si anak luar biasa yang ternyata endingnya kurang
menyenangkan. Dan aku memutuskan untuk menyimpan cerita ini sebagai
kenang-kenangan darinya entah kapan kisah ini akan aku kisahkan.
Rahasia Ilahi yang tidak pernah
terfikirkan olehku, yang ternyata anak yang terlahir dengan kekurangannya
ternyata bisa merasakan rasanya jatuh cinta seperti manusia pada umumnya.
Mungkin hanya sedikit fisik dan mentalnya yang terlahir tidak sempurna tapi
hati dan perasaannya terlahir sempurna seperti layaknya manusia yang terlahir
normal fisik maupun psikis. Semoga di Surga kelak kita akan bertemu lagi, Budi.
TAMAT
Desy Afrida Hardiyati, 11 April 2015
Cerpen ini dibuat atas inspirasi dari guru tercinta Ibu Samilah, teruntuk beliau dan Budi yang akan selalu menjadi bagian dari cerita hidup Ibu :)
Kekasih Pulau Sebrang
Ditulis Tanggal 15 September 2014
Aku
adalah seorang pelajar di salah satu sekolah menengah kejuruan di Yogyakarta.
Dan tahun ini aku akan menempuh Ujian Nasional untuk mengakhiri masa putih
abu-abuku. Dan ditahun ini pula Joo, akan melaksanakan wisuda S1nya di salah
satu perguruan tinggi swasta di Yogyakarta dan akan meninggalkanku di kota
istimewa ini sendirian untuk kembali ke tanah kelahirannya. Joo adalah seorang
mahasiswa semester akhir yang bukan berasal dari kota istimewaku ini. Dia senior
yang aku kenal di sekolah dulu, sudah satu tahun ini kami menjalin hubungan.
Kami berkenalan saat ada acara di salah satu sekolah yang melibatkan
siswa-siswi SMA dan mahasiswa bertemu dalam satu event.
Entah
bagaimana kita bisa berkenalan hingga akhirnya dekat dan menjalin hubungan. Aku
ingat saat dia mengajakku jalan untuk pertama kalinya, dan saat dia menyatakan
cinta di tepi pantai sore itu. Aku selalu merindukan saat-saat bersamanya dulu.
Ujian
Nasional pun berakhir dan di bulan ini lah Joo melangsungkan wisudanya. Betapa
berat hati ini melepas kepergian kekasih hati. Dan aku pun tak tahu kapan kita
bisa bertemu kembali. “Hati-hati sayang! Aku akan selalu merindukanmu,” kataku
sambil memeluknya di ruang tunggu tempat pengantaran terakhir di bandara siang
itu. Tak peduli berapa pasang mata yang memandang kami. “Jaga diri kamu
baik-baik, aku pasti kembali”, katanya sembali mengusap air mata yang berlinang
di pipiku.
Joo
mengecup keningku seolah tak ada seorang pun di tempat itu. Suara mbak-mbak wanita yang mengisyaratkan pesawat
yang ditumpanginya akan segera lepas landas menambah kegelisahan hatiku. Aku
mencoba melepaskan genggaman tanganku dari jari-jarinya yang sedari tadi enggan
aku lepaskan. Anak kecil yang duduk tidak jauh dari dariku entah sengaja atau
tidak memutar lagu di Hpnya, “bersabarlah sayang, aku akan pulang. Jangan
dengarkan gosip belaka tentang aku. Bersabarlah sayang aku akan pulang.....”
Perpisahan
memang tidak ada yang mudah sekalipun itu menjanjikan kebahagiaan. Aku seakan
tidak siap untuk menjalani hari sendiri tanpanya. Yang biasanya kita selalu
makan di warung nasi rames itu berdua, dan setiap aku tidak bisa menghabiskan
nasinya. Aku akan menyuruhmu untuk menghabiskannya sampai ke tulang-tulangnya,
kini aku hanya bisa makan sendiri dan ku buang sisa nasi yang tidak habis itu.
Tidak ada lagi yang aku jambak rambutnya saat aku kesal karena rambut itu tidak
juga di potong, bahkan sudah seperti sarang burung. Tidak ada lagi yang
mengambil foto pose alay dan aku ajak
selfie saat jalan-jalan di pantai,
gunung, sawah, taman, bahkan Malioboro yang dulu rajin kita kunjungi. Tidak lagi
ada suara yang khas yang katanya mirip Judika itu sepanjang jalan aku mengendarai
motor. Karena biasanya aku harus mendengarkan puluhan lagu yang kamu nyanyikan
sepanjang jalan bak mendengarkan radio tanpa berhenti bernyanyi. Tapi semua
itulah yang aku selalu rindukan.
Bulan
pertama terasa begitu asing ketika aku dan dia yang dulunya selalu bersama kini
nyaris tidak pernah bertemu selain di dalam mimpi dan khayalan. Rasa rindu yang
kian menyiksa setiap detiknya terus dan terus saja tak henti-henti menyerang
lubuk hati ini. Bertukar cerita saat larut datang adalah cara kita untuk melepas
sejenak rasa rindu yang bergejolak ini. Sering kali tiba-tiba telepon mati
setelah berjam-jam menelpon lalu ada SMS masuk, “sayang pulsa habis kesel
banget sumpah!” Dan akulah yang selanjutnya akan menelponnya sampai pulsaku pun
ikut habis sebelum kami puas.
Andai
ada makelar rindu yang bisa membeli rasa rindu, mungkin kekayaanku melebihi
kekayaan Bapak Aburizal Bakri yang jadi orang terkaya masa kini di Indonesia. Setiap
malam aku selalu menyempatkan diri untuk melihat foto-foto kita dulu saat
bersama di laptopku. Oh, menatap fotonya seperti hanya meneguk setetes air di
gurun pasir. Mungkin jika operator bisa menyadap SMS kami, mungkin dia akan
bosan mendengar berkali-kali bahkan berjuta kali kami berkata rindu.
Setiap hari kami selalu
menyempatkan diri untuk mengobrol di telepon, dia sering menyanyikan lagu
bersama gitarnya yang dulu sering kita pakai untuk bernyanyi berdua.
“Semua
kata rindumu semakin membuatku tak berdaya, menahan rasa ingin jumpa.
Percayalah padaku aku pun rindu kamu, ku akan pulang melepas semua kerinduan
yang terpendam.”
Lirik
lagu yang selalu menempel di hatiku, lagu yang sering dia nyanyikan lewat
telepon.
Memasuki tahun kedua perpisahan kita
aku sudah mulai terbiasa melewati kesendirian ini. Rasa cemburu sering kali
terbesit di pikiranku, wajar saja kerena aku benar-benar tidak bisa melihat apa
pun yang dia lakukan di sana. Kadang aku sering kesal saat dia tidak
menghubungiku seharian sampai larut. Tapi aku harus bisa mengerti kapan aku
harus memberi dia perhatian, dan mengerti saat dia tidak ingin diganggu. Kerena
di sana sudah memasuki dunia kerja, cerita terakhirnya lewat telepon kemarin
dia sudah mulai mengajar di salah satu sekolah swasta di kotanya. Dan aku
sendiri sudah mulai sibuk dengan tugas-tugas kuliahku. Di sinilah kita harus
bisa saling mengerti.
Memasuki kesibukannya yang sekarang
sudah menjadi mengajar tetap, membuat Joo sibuk dengan dunia barunya. SMS
berisi “sudah makan? Lagi apa sayang?” sudah mulai jarang aku terima. Malam ini
aku mencoba menghubunginya dan bertanya, “sibuk banget ya Pak Guru?” Beberapa
saat kemudian ada SMS masuk dari Joo, “maaf banget bukan maksud gak hubungin
kamu.....” Mengerti dan mengerti yang hanya bisa aku lakukan saat ini. Meskipun
dalam hati aku rapuh dan butuh pundak untuk bersandar, layaknya perempuan yang
juga butuh diperhatikan. Aku hanya meminta waktu larutnya sebentar saja, biar
aku terima pagi, siang, sorenya dia habiskan untuk kesibukannya. Tapi tolong
untuk larut saja sisakan untukku. Untuk sekadar melepas rindu lewat telepon saja.
Siksaan LDR ini tidak terasa 2 tahun
sudah kita lewati bersama, banyak yang bisa aku ambil dari pohon LDR ini.
Sebongkah kepercayaan saja modal kita satu sama lain. Kesabaran dan penantian
sudah akrab di telinga kami. Di masa kuliahku yang hampir memasuki semester 5
tidak sedikit godaan yang menggoyahkan kesetiaan ini. Tapi tak sedikit pun
terbesit pikiran akan berpalilng dari Joo. Meskipun terkadang terlintas
keraguan tapi aku selalu mencoba percaya karena hanya itu saja modal yang kami
punya. “pacar kamu mana? Cie cie jomblo ya? Udah deh cari aja yang baru,” “kamu
gak takut di sana ditinggal cari sampingan?” kata-kata seperti ini sering kali
terdengar dari mulut teman-temanku. Terlalu panas telinga ini karena terlalu
sering mendengarnya, tapi selalu aku coba membesarkan hati dan menjawab
singkat, “aku yang mengenal dia bukan kalian. Soal sampingan itu tergantung
orangnya.”
Hubungan ini mengajarkanku bagaimana
menghargai satu sama lain, belajar bersabar dan melawan seribu rasa kesepian.
Aku menjadi tahu seberapa berharga seseorang saat dia tidak bersama kita lagi.
Besarnya cintaku pada Joo tidak akan aku menukarnya hanya karena rasa kesepian
ini. Karena keyakinanku hanya satu, hanya menunggu waktu. Dan kebahagiaan ini
akan terpuaskan.
“sayang kamu libur kapan?” tanyaku
lewat telepon disuatu malam yang cukup sepi. “Bulan depan setelah tahun ajaran
ini selesai, insyaallah libur satu bulan. Aku ambil cuti.” Jawabnya datar
terlihat lelah atas sehariannya yang sibuk. “Aku pasti jenguk kamu, kamu yang
sabar,” kata-kata yang paling sering sekali aku dengar dari telepon genggamku
ini. Rasa rindu yang menusuk ini sering kali membuat embun di kedua pelupuk
mataku. Aku hanya bisa berdoa agar segera Tuhan Allah cepat pertemukan kami.
Minggu pagi yang cerah, dengan awan
yang biru merekah dan burung-burung yang bernyanyi dengan kicaunya, menambah
semangatku hari ini. Hari ini free tanpa
jadwal apapun, hanya berbaring di tempat tidur saja sedari pagi. Tiba-tiba HP
pun berbunyi, 1 pesan di terima dari Joo, “Aku sampai Jogja jam 1, kamu bisa
jemput sayang? Aku tunggu di bandara. I Love U,” satu kalimat yang membuat ku
sedikit shock dan tidak bisa berkata
apa-apa. Sudah 2 tahun ini kami benar-benar tidak bertemu, dan tiba saatnya
kita akan bertemu lagi. Begitulah rasanya, tidak mampu lagi di gambarkan. Rasa
rindu yang meletup-letup ini seperti layaknya seekor anak ayam yang tersasar
kemudian bertemu ibunya. Ingin segera memeluk erat ibunya. Tidak pikir panjang
aku langsung membalas pesan itu, “I love U too.”
Segera aku bergegas lari dan
bersiap-siap untuk segera pergi ke bandara. Jam menunjukkan pukul 11, aku tidak
sabar lagi menunggu jam 1 tiba. Mungkin rasa bahagia ini jika dilukiskan di
kain kanvas akan menghabiskan ber-meter-meter kain kanvas. Ingin segera aku
berjumpa dengan pencuri hati itu, sudah tergambar dalam pikiranku bagaimana
keadaannya sekarang. Apa dia sekarang mendadak putih mirip Justin Bieber? Apa
dia sekarang hitam seperti Bapak Obama? Uh aku tidak sabar lagi untuk pertemuan
ini.
Dengan baju warna putih bercorak
bunga-bunga manis dan hijab dominan merah serta sepatu yang tidak kalah ceria
aku segera bergegas menuju bandara. Sesampai di bandara pukul 13.00 WIB aku
menuju ke tempat ruang tunggu yang dulu adalah tempat perpisahan kita serta
menjadi pertemuan terakhir kita. Suasana ramai oleh pengunjung yang mungkin
menjemput atau sedang menunggu pesawatnya tiba. Mungkin juga ada yang bernasip
sama denganku, menanti kekasih hatinya turun dari burung besar yang membawanya
meninggalkanku itu.
Waktu menunjukkan pukul 13.20 WIB aku
sudah tidak sabar lagi menanti Joo datang, tapi entah kenapa tak kunjung
terlihat batang hidungnya. Aku coba kirim sepatah kata lewat SMS, “sayang aku
udah di ruang tunggu. Kamu udah sampai?” Joo membalas pesanku tanpa menunggu
lama, “Pesawatku dellay jam 3 sore
baru sampai sayang, gimana?” “Yasudah aku tunggu. Take care honey.” Ouggh harapanku ingin segera bertemu kekasih hati
harus tertunda, dan aku harus menunggu lebih lama.
Hati semakin gelisah dan rindu ini
semakin berkecamuk, terbesit pikiran sambi menunggu jam 3 aku mencoba menunggu
di kantin bandara. Sekedar melepas kejenuhan, karena memang menunggu itu
membosankan. Aku memesan minuman dan semangkok bakso kepada wanita setengah
baya yang berpakaian rapi warna putih celana hitam itu. Wanita itu mendatangiku
beberapa saat setelah aku duduk di kursi kantin.
Beberapa saat kemudian wanita paruh
baya yang ku tahu dia adalah pelayan di kantin itu datang membawa baki berisi
minuman dan bakso yang aku pesan, “silahkan non baksonya. Ada lagi?” Tiba-tiba
suara yang tidak asing bagiku menjawab dari arah tidak jauh dariku, “tambah
bakso satu ya buk, sama es teh.” Tidak fikir panjang lagi aku tengok ke arah
suara itu. Dan benar saja, rasa tidak percaya itu adalah Joo. Batang hitung
yang sedari tadi aku tunggu-tunggu kini akhirnya datang juga. Dia bohong kalau
pesawatnya sampai Jogja jam 3. Uhh!
Dia tetap saja terlihat manis dengan rambut ikalnya dan senyumnya yang khas.
Rasa haru, sedih, bahagia, kaget
bercampur aduk dalam benak hati. Aku langsung berdiri dan memeluknya tanpa
menghiraukan berapa pasang mata yang menatap ke arah kami. Wanita pelayan
kantin yang sedari tadi melihat kami hanya tersenyum lalu berlalu masuk ke
dalam dapurnya untuk membuatkan pesanan Joo atau mungkin pelanggan lain. Tubuh
ini enggan melepaskan pelukan ini, hanya ini yang jiwaku inginkan saat ini.
Pelukan hangat yang hampir tidak pernah lagi aku rasakan. Tidak bisa digambarkan lagi bagaimana rasa
senang dalam hati ini, setelah 2 tahun kita berpisah dan akhirnya Tuhan Allah
mempertemukan kita lagi.
Joo akhirnya mencoba menyuruhku untuk
melepaskan pelukan kita. Dan kami pun duduk di kantin bandara menunggu makanan Joo yang tadi dipesan. Betapa bahagia
hati ini Tuhan, trimakasih.
Sebulan ini kita lewati hari-hari
bersama, kita kembali menyusuri tempat-tempat yang dulu kita pernah kunjungi.
Sekadar flashback kenangan-kenangan
kita dulu, dan seakan semua seperti saat dulu kita menghabiskan waktu di kota
istimewa ini. Rasa rindu ini puas terbayar sudah tanpa sedikitpun yang tersisa.
Pertemuan ini hanya seperti mimpi dan angan-anganku saja.
Sampai akhirnya tiba saatnya Joo harus
kembali ke tanah kelahirannya untuk melanjutkan kewajibannya di sana. Lagi dan
lagi aku harus merasakan perpisahan yang menyebalkan ini. Andai boleh aku ingin
ikut bersamanya atau dia yang aku tahan untuk tidak pergi lagi. Dengan wajah
cemberut dan kesal karena tidak ingin ada perpisahan aku mengantarkannya lagi
ke bandara, satu-satunya tempat kenangan dan penuh harap. Aku tidak rela dia
meninggalkan ku lagi di kota ini sendiri. “Aku gak mau kamu pergi lagi,” kataku
tanpa melepaskan genggaman tangannya. Dengan senyum dan penuh harap dia
menjawab, “tenang sayang, aku hanya pergi sebentar. Tahun depan setelah kamu
wisuda aku akan datang lagi ke rumahmu membawa kedua orang tuaku dan tidak lupa
membawa cincin untuk melamarmu. Makanya kamu kuliah yang rajin biar cepat
lulus. Semakin lama kamu lulus semakin lama pula pertemuan kita nanti.” Air
mata ini tak kuasa lagi ku bendung, dan mengalir membasahi pipi yang sedari tadi
memerah. Aku hanya mengangguk ternyenyum dan meyakinkan diri, dan pelukan
terkahir ini mengantarkannya untuk pulang. Satu harapan dia berikan sore itu ku
bawa pulang dan ku simpan baik-baik sampai kelak Tuhan Allah mempertemukan kita
lagi. Tidak hanya sekadar pertemuan singkat, tapi pertemuan yang mengantarkan
kami ke pintu kebahagiaan. Terimakasih Tuhan Engkau beri kami kesempatan untuk
bertemu. Terimakasih
Namun ceritaku tidak berakhir manis, Jarak adalah yang selalu dipersalahkan ketika pasangan LDR berpisah. Alih-alih ketidakmampuan mereka menjaga komitmen. Akhirnya kami dipisahkan oleh banyak hal, bukan aku tidak mau berjuang lagi. Hanya aku tak mampu bertahan terlalu lama pada keadaan seperti ini.
Cerita ini kebanyakan hanya fiktif belaka, hanya segelintir pasangan LDR yang berhasil, LDR adalah dimana rumah kamu dan dia tidak mampu ditempuh beberapa jarak. Bukan pasangan yang tinggalnya berjauhan dikarenakan si dia bekerja atau hal lain karena keadaan ini cepat atau lambat dia akan pulang kerumah. Namun tidak ada yang tidak mungkin jika sama-sama ada usaha, pengorbanan banyak dibutuhkan untuk pasangan LDR sesungguhnya seperti ini. Maaf jika ada kesamaan tokoh, cerita, watak penulis mohon maaf.
Langganan:
Postingan (Atom)
10.44 |
Blog ini sudah mati. Entah kapan Ia dapat bangun kembali. :)
Read User's Comments(0)
Dear
my future husband...
Di
suatu malam,
yang
tenang namun terasa gaduh,
sepi
namun terasa mencekik,
dingin
namun terasa membakar,
senyap
namun terasa menusuk,
aku
sunguh tak bisa tidur....
Ah
sudahlah.....sajak ini terlalu membosankan, karena sesungguhnya saat itu aku
sedang malam yg pecah. Seperti hati ini yang kala itu pecah berkeping-keping.
Aku
tenggelam dalam genangan air yang aku buat sendiri, terlalu dalam aku
membuatnya membuatku tenggelam terlalu dalam.
Pernahkah
kamu merasa menjadi orang paling bodoh di atas tanah ini?
Seseorang
yang datang dan tak pernah pergi sampai sekaran berkata, “Saat berdoa jangan
meminta kemudahan hidup, tapi mintalah agar tetap dikuatkan saat semua terasa
tak mudah. Hidup gak melulu soal cinta.”
Aku
terlalu jauh berjalan, mencari sesuatu yang aku pun tak tahu apa sebenarnya
yang aku cari. Dan tanpa sadar yang aku cari selama ini ada di sampingku, tanpa
pernah sedikit pun pergi atau sekedar berfikir untuk meningalkanku seorang
diri.
Dear
My Future Husband.....
Maaf
kan jika waktu yang berlalu masih saja menghantuiku,
Maafkan
aku membuatmu terlalu lama menunggu,
Maafkan
jika aku tak pernah menyadiri hadirmu sejak dulu,
Maafkan
aku yang terlalu melulu bicara waktu yang tak pernah kembali lagi,
Percayalah
jika sekarang aku tak akan membuatmu menunggu lagi,
Percayalah
jika aku ingin memulai lagi dengan mu,
Percayalah
jika aku sunggu berusaha menjadi yang terbaik untukmu,
Percayalah
jika aku menyesal tak mau mendengarmu sejak dulu,
Percayalah
aku akan selalu ada untukmu,
Tak
usah terburu-buru untukmu percaya,
Karena
aku akan selalu membuktikannya
Tanpa
henti berusaha, agar kelak kau percaya.
Aku
sudah jera bermain api cinta. Tak ada lagi yang ingin aku cari, karena denganmu
aku merasa sempurna. Karena lingkaran kesempurnaan tidak akan pernah putus jika
kau tak memutuskannya. Dan aku memilihmu dan akan ku jadikan kau sempurna. Bersamaku
kita akan membangun rumah cinta impian, melewati setiap krikil yang
menghalangi, bertahan kala hujan datang agar tak tumbang. Ku percaya, bersamamu
aku bisa melewati semuanya.
Dear
My Future Husband........
Aku
tidak akan membiarkan kesempatan berlalu begitu saja,
Percayalah,
aku tak pernah bermain jika itu tak pantas dipermainkan,
Pelan
tapi pasti kau akan percaya dan tidak akan membiarkanku berdiri kedinginan
sendiri, tak akan membiarkanku berjalan sendiri. Kita akan berjalan beriringan
sampai saatnya kita beriringan di pelaminan, seperti yang kau inginkan.
Percayalah
aku selalu berdoa seperti yang kamu inginkan, berjuang sampai saat itu tiba
karena Tuhan tidak akan membiarkan kita terpisah.
Kamu
seperti malam nan indah, aku tak ingin mentari segera terbit karena malam
terlalu indah untuk ku biarkan pergi..........
Bukan
kata-kata romantis, atau sekedar bualan.
Ditulis
dengan hati dan juga jari manis semanis senyumanmu.
Teruntuk
seseorang yang sering ku sebut EEK dalam hidupku karena Dia terlalu menyebalkan
untuk disebut pacar. My 2020!!!!!!
Dari
DETIK MILAND, Desy Cantik Mirip Chelsea Island *kata si eek
Yogyakarta,
11 Oktober 2015 (21:23)
-Desy
Afrida Hardiyati-
BANTAL FOTO JOGJA
01.24 |
Label:
JUAL BANTAL FOTO
Haiii bundaaa sistaa, kakak Selamat Siang 😂 numpang buka lapak yaa 😆
Boneka Bantal Foto lucu cocok buat kado ulang tahun, anniversary, kado wedding, sekadar gift dll. Bisa Reques Bentuk, ukuran, warna, bahan kain, boleh desain sendiri, boleh juga bawa boneka sendiri dari rumah trus di kasih foto disini, Harga murmer tergantung ukuran mulai 40rb-300rb. Pesan minimal 2hari sebelum ambil yaa . Buat reseller buka PO biar dapet harga khusus min order 5 buah ya😁 info lebih lanjut WA: 087739254716. PIN BB: 5F03DB81 .. JOGJA/JNE/POS/BRI/CIMB.
Bantal Persegi ready dari ukuran 30x30 sampai 100x100
Harga : 30x30 Rp. 50.000
40x40 Rp. 60.000
50x50 Rp. 80.000
60x60 Rp. 110.000
70x70 Rp. 135.000
80x80 Rp. 180.000
90x90 Rp. 225.000
100x100 Rp. 250.000
40x40 Rp. 60.000
50x50 Rp. 80.000
60x60 Rp. 110.000
70x70 Rp. 135.000
80x80 Rp. 180.000
90x90 Rp. 225.000
100x100 Rp. 250.000
Bantal Persegi panjang ready dari ukuran 40x60 sampai 40x100cm
50x60cm
60x70
70x80
80x90
90x100
Harga Bantal Persegi Panjang
20x30 Rp. 35.000
40x150 Rp. 185.000 50x90 Rp. 125.000 50x70 Rp. 100.000 40x30 Rp. 55.000
40x50 Rp. 70.000
40x60 Rp. 80.000
40x70 Rp. 90.000
40x80 Rp. 100.000
40x90 Rp. 110.000
40x100 Rp. 120.000
50x60 Rp. 90.000
60x70 Rp. 110.000 70x80 Rp. 170.000 80x90 Rp. 195.000 90x100 Rp. 240.000 |
Bantal BUNGA ready dari ukuran diameter 40cm sampai 100cm
Harga Bantal Bunga
25x25cm Rp. 40.000
40cm Rp.60.000
50cm Rp.85.000
60cm Rp. 100.000
70cm Rp.145.000
80cm Rp. 190.000
90cm Rp. 225.000
100cm Rp. 265.000
Harga Bantal Bunga
25x25cm Rp. 40.000
40cm Rp.60.000
50cm Rp.85.000
60cm Rp. 100.000
70cm Rp.145.000
80cm Rp. 190.000
90cm Rp. 225.000
100cm Rp. 265.000
Bantal Bola ready dari ukuran diameter 40cm sampai 100cm
Harga Bantal Bola
40cm Rp.65.000
50cm Rp.80.000
60cm Rp. 105.000
70cm Rp.135.000
80cm Rp. 190.000
90cm Rp. 230.000
100cm Rp. 265.000
Harga Bantal Bola
40cm Rp.65.000
50cm Rp.80.000
60cm Rp. 105.000
70cm Rp.135.000
80cm Rp. 190.000
90cm Rp. 230.000
100cm Rp. 265.000
Guling Foto ready dari ukuran Panjang 65,70,80,90,100cm
Harga Guling
20x30 Rp. 40.000
65cm Rp. 75.000
70cm Rp. 85.000
80cm Rp. 100.000
90cm Rp.115.00
100cm Rp. 125.000
Harga Guling
20x30 Rp. 40.000
65cm Rp. 75.000
70cm Rp. 85.000
80cm Rp. 100.000
90cm Rp.115.00
100cm Rp. 125.000
Bantal LOVE ready dari ukuran diameter 40cm sampai 100cm
Harga Bantal LOVE
40x30cm Rp.65.000
40x50cm Rp.80.000
50x60cm Rp. 100.000
60x70cm Rp.125.000
70x80cm Rp. 185.000
80x90cm Rp. 225.000
90x100cm Rp. 250.000
Harga Bantal LOVE
40x30cm Rp.65.000
40x50cm Rp.80.000
50x60cm Rp. 100.000
60x70cm Rp.125.000
70x80cm Rp. 185.000
80x90cm Rp. 225.000
90x100cm Rp. 250.000
Bantal BAJU ready 40X45cm Harga Rp. 65.000
Ada juga Bantal karakter yg bisa disisipin foto bunda, hehe cek this out................
Bantal Karakter Bintang ready dari ukuran 40 Harga 51.000
Bantal Karakter ready dari ukuran 40x60:
Harga Bntal Karakter
Bantak Pinguin Rp. 70.000
Bantal Thomas (kereta) 50x60cm Rp. 110.000
Bantal Beruang 40x60cm Rp. 75.000
Bantal minion 40x60cm Rp. 75.000
Bantal Hellokitty 40x60cm Rp. 75.000
Bantal monyet 40x60cm Rp. 75.000
Bantal Masha 40x60cm Rp. 75.000
Bantal Pororo 40x60cm Rp. 75.000
Harga Bntal Karakter
Bantak Pinguin Rp. 70.000
Bantal Thomas (kereta) 50x60cm Rp. 110.000
Bantal Beruang 40x60cm Rp. 75.000
Bantal minion 40x60cm Rp. 75.000
Bantal Hellokitty 40x60cm Rp. 75.000
Bantal monyet 40x60cm Rp. 75.000
Bantal Masha 40x60cm Rp. 75.000
Bantal Pororo 40x60cm Rp. 75.000
Kepala AngryBird Rp. 75.000
Bantal Keroppi Rp. 75.000
Bantal Panda Rp. 75.000
Boneka Beruang 30x40 Rp. 75.000
Boneka Beruang 50x70 Rp. 100.000
Masha tinggi 1m Rp. 240.000
Boneka Doraemon Rp. 75.000
Bantal Keroppi Rp. 75.000
Bantal Panda Rp. 75.000
Boneka Beruang 30x40 Rp. 75.000
Boneka Beruang 50x70 Rp. 100.000
Masha tinggi 1m Rp. 240.000
Boneka Doraemon Rp. 75.000
selain itu bunda juga bisa bawa boneka darirumah trus di ganti deh mau gimana sama foto bunda...
Jadinya gini nih, lucuu kaaann.... Harganya tergantung area cetak foto, maximal A3, ongkosnya 25rb-40rb termasuk ongkos jahit.
--------------------------------------------------------------------------------
Satu set Bantal cocok buat kado dedek bayi bundaaa
Harga satu Set Rp. 170.000 (1 bantal, 2guling)
Harga satu Set Rp. 170.000 (1 bantal, 2guling)
Nah itu contoh sampel-sampel bantalnya bunda, bunda bisa reques juga bentuk dan ukuran serta bahan kainnya. Bisa pakai kain Rasfur(bulu panjang) dan kain Velboa(bulu pendek).
Produksinya cepet banget kak. Pagi hari pesan, besok pagi udah bisa jadi loohh, cpt bgt kaan...
Minat? Mau tanya2? Langsung WhatsApp : 087739254716 . PIN : 5F03DB81
CARA ORDER?
-Pilih bentuk dan ukuran bantal
-pilih warna(foto diatas)
-kirim foto (via whatsapp, BBM)
-kirim bukti transfer
Paginya kita kirim deh kak
Tidak melayani COD diluar Bantul ya kak. Okay
Kakak juga bisa bawa boneka sendiri trus di kasih foto kakak, cantik kaaan....
Don't Forget!!!
FAST RESPON WHATSAPP: 087739254716 . JOGJA/JNE/POS/BRI/CIMB/MANDIRI
email: desyafrida96@yahoo.com
WA : 087739254716
Bbm: 5F03DB81
LINE: dsafrida
Cinta si Anak Luar Biasa
Matahari
kembali datang menyapa. Aku terbangun saat ku rasa ada bunyi nada monoton yang
berbunyi tak jauh dari telingaku. “kringgg kringgg kringgg kringgg” suara alarm
jam meja tua hadiah pemberian ayahku saat ulang tahunku yang ke-17. Menandakan
jam sudah menunjukkan pukul 5.15 WIB. Aku coba membuka kedua pelupuk mata ini
sembari tanganku mencoba meraih jam meja yang aku letakkan di atas meja,
bersebelahan dengan kalender duduk, dan lampu hias kecil warna merah.
“Bruuggghhhhhh...” “aduhhhhh” badanku malah terjatuh dari ranjang kayu dan
terjuntai di atas lantai tanpa alas apapun.
Aku adalah mahasiswa
rantauan asal Kulon Progo, DIY bagian barat yang kuliah di suatu perguruan tinggi
ternama di Indonesia yang terletak di Yogyakarta. Mahasiswa Supersemar semester
akhir dengan nilai-nilai dan prestasi akademik yang cukup memuaskan membuatku
banyak dikenal teman-teman kampusku. Karena aku selalu mencoba menjalankan
amanah dari ibu saat aku masuk kuliah pertama kali dulu, “kuliah yang benar,
pesan ibu satu. Belajar menundukkan kepala, bertanya kepada siapa saja yang
bisa kamu anggap guru. Dan selalu memakai ilmu padi yang semakin berisi semakin
menunduk.”
Ku buka gorden warna
merah jambu yang semampai di balik jendela tua, dan ku buka pula jendela tua
itu sampai angin dan cahaya pagi masuk ke dalam kamar kosku di lantai 2 ini.
Pagi ini begitu cerah, terdengar suara ayam jago yang sepertinya sedang latihan
berkokok atau sedang memikat ayam betina milik tetangga kos ku itu.
Segera aku menuju ke
kamar mandi karena rasa ingin segera mengguyur muka dengan air wudhu. Ternyata
harapanku tak berjalan begitu mulus, terlihat terlalu banyak antrian
orang-orang yang ingin mengguyur muka mereka juga. Beginilah derita anak
rantauan yang setiap pagi harus mengantri lumayan lama, beberapa menit yang
seharusnya bisa digunakan untuk hal yang lain tapi harus digunakan untuk
mengantri mandi. Malas rasanya saat pelupuk
mata belum bisa terbuka harus berdiri antri seperti ini. Aku pergi
menuju kran air yang sudah mulai karatan di samping kamar mandi, sholat dulu
biar nanti mandi setelah sholat pikirku. Segar sekali rasanya terguyur air
wudhu ini, Subhanallah.
Jilbab besar yang
disebut mukena warna putih bercorak bunga dan bordir pink meski warna pinknya
sudah banyak yang mulai luntur karena sering dicuci sudah ku pakai rapi. Mukena
ini pemberian ibuku saat pertama masuk kuliah dengan pesan supaya aku tidak
pernah melalaikan sholatku agar kuliahku berjalan lancar dan dimudahkan dalam
segala hal. Selesai dua rokaat pagi ini tak lupa aku panjatkan doa untuk ibu
dan ayahku di rumah agar mereka sehat selalu.
“Allahumafirlanaa dzunubanaa
waliwalidainawarkhamhumaa kamarobbayaanaashoghira Ya Allah ampinilah dosaku dan
dosa kedua orang tuaku, dan kasihanilah mereka seperti mereka mengasihiku
sewaktu aku kecil. Amin ya Rabbal’alamin”
Usai berdoa dan
berdzikir aku melipat mukena putih yang sudah mulai lusuh ini dan meletakkannya
di lemari kecil bersama baju-bajuku. Aku bergegas mengambil handuk dan segera
kembali ke kamar mandi dimana tempat orang-orang berantri panjang tadi. Sampai
di tempat terlihat tinggal sedikit orang, tinggal tetangga sekaligus teman
sebelah kamarku. Kami sama-sama pejuang yang merantau jauh dari orang tua hanya
ingin membuat orang tua kita menangis bahagia, bangga melihat kita kelak
memakai baju toga lengkap dengan topi toga itu. Dan aku akan menyeka embun di
kedua pelupuk mata ibuku nanti.
Jam menunjukkan pukul
8.00 WIB, setelah berdandan rapi dengan hem coklat dan rok hitam serta jilbab
krem bermotif bunga-bunga aku bergegas pergi ke kampus. Sambil menunggu ada
‘bus tuyul’ yang lewat aku mengamati sekitar daerahku tinggal. Terlihat sudah
sepi, hanya tinggal ibu-ibu yang menyapu dan berberes latar mereka. Tak lama
kemudian, ‘bus tuyul’ yang ku nanti-nantikan akhirnya datang. “Jl. Colombo,
Karangmalang, Pak!”
Kelas dimulai pukul 9
dan hari ini adalah pembagian tempat pembekalan KKN. Hari-hari kuliah terasa
cepat sampai tidak terasa aku akan memasuki semester 8. Semester terakhir dan
tahun wisudaku. Dosen membagikan tempat-tempat dimana kami akan mendapatkan
pembekalan beserta kelompok KKN-nya dan kelas pun berakhir. Pagi itu aku
mendapat tempat pembekalan di Jl. Tamansiswa di suatu gedung lembaga.
Aku sedikit mengeluh
setelah acara pembekalan KKN selesai, karena mendapat tempat KKN yang cukup
jauh dari kos, dan tempatnya lumayan terpencil jauh dari keramaian. “Jalani
saja, mungkin akan menyenangkan hidup di desa. Kamu akan dapat banyak
pengalaman baru nduk.” Kata ibu saat aku mengeluh padanya lewat telepon wartel
samping kos.
Hari ini adalah hari
pertama keberangkatanku KKN. Dan tidak akan pulang sebelum 1 bulan atau setelah
tugas KKN ini berakhir. Semalam sudah aku persiapkan semua kebutuhan dan
peralatan yang diperlukan sebulan di sana. Berat sekali isi koperku ini, bagai
mau pergi merantau lagi di daerah yang lebih jauh. Setelah berkumpul dengan
teman-teman satu kelompok KKN kami berangkat dengan berboncengan motor.
Barang-barang kami angkut dengan mobil pick-up karena terasa sangat banyak
barang bawaan kami.
Tibalah kami di sebuah
desa yang sangat jauh dari keramaian, Desa Tanjungsari. Desa yang begitu hijau
dengan pohon jati dan pohon pisang dimana-mana. Rindang sekali desa ini, dan
tidak terlihat ada gedung pencakar langit sepanjang mata memandang. Udara
begitu segar, jauh dari udara di kota. Pemukiman penduduk juga masih
jarang-jarang, jarak antar rumah bisa sampai 100m lebih, begitu asri Tanjungsari
ini.
Sampai di rumah kepala
desa, kami disambut oleh Bapak kepala desa yang kami kenal bernama Pak Sosro
dan Ibu kepala desa Ibu Tina. Kami dipersilakan masuk ke dalam ruang tamu Pak
Sosro, di dalam Pak Sosro memberikan sekilas info tentang Desa Tanjungsari ini.
Dan tempat-tempat yang mungkin penting bagi kami, seperti warung, puskesmas dan
sekolahan. Setelah selesai berbincang dengan Pak Sosro dan minuman sudah tinggal
beberapa tetes Pak Sosro mengajak kami ke rumah kosong yang akan kita tempati
selama sebulan ini.
Tidak jauh dari rumah
Pak Sosro, rumah kecil dengan teras kecil bercat putih yang sudah mulai
mengelupas. Aku bersama Ninik, Anik, Sri, Ning dan teman laki-laki Didik, Yono,
Tegar membawa masuk semua perlengkapan yang kami bawa dari mobil pick-up. Satu
kamar untuk aku, ninik, dan anik. Satu kamar untuk Sri dan Ning. Dan satu kamar
untuk laki-laki. Tidak begitu kecil rumah ini, sekiranya sudah cukup untuk 8
orang.
Jam
menunjukkan pukul 7 malam, setelah sholat berjamaah di masjid bersama kawan
lain, kami berkumpul di ruang tamu untuk diskusi masalah proker selama KKN.
Setiap pagi selama KKN kami akan mengajar di suatu sekolah yang istimewa.
Setingkat dengan SLTA, tapi sekolah ini lebih luar biasa karena kami akan mengajar
di Sekolah Luar Biasa tingkat SMA di SLB Binajiwa. Kesan awal, aku sama sekali
tidak yakin bisa mengajar di sekolah itu karena aku sama sekali tidak punya
pengalaman mengajar anak-anak istimewa titipan Illahi ini.
Kami
beranjak tidur dan pergi ke kamar masing-masing setelah pembahasan proker
selesai, berharap segera ingin matahari kembali menyapa.
Pagi
ini adalah hari pertama kami datang di SLB Binajiwa, selesai pembagian tugas
dan tanggung jawab kelas yang harus diajar oleh Ibu Kepala bagian personalia, kami
segera masuk ke kelas masing-masing. Aku bersama Ninik masuk ke kelas 11A yang
berisi 20 anak. Ada 13 anak laki-laki dan sisanya perempuan. Wajah polos mereka
dengan segala kekurangan yang mereka miliki membuat hatiku bergetar, bangga
rasanya aku berdiri di depan mereka. Aku memperkenalkan diri di depan kelas dan
mendapat sambutan dari mereka, senyum lepas mereka begitu semangat menjawab salamku,
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang aku tanyakan pada mereka. Mereka begitu
polos, tertawa lepas seakan tidak ada beban pikiran di hidup mereka. Bahagianya,
aku sangat terhibur dengan adanya mereka di sekelilingku. Padahal umur mereka
yang rata-rata seumuran dengan kami, ada pula yang lebih tua dari kami
mahasiswa semester 7.
Setiap
pagi aku semangat sekali berangkat ke sekolah SLB ini. Sampai suatu hari di
kelas saat murid yang bernama Budi mengikutiku kemana saja aku pergi. Budi
Yulianto anak orang kaya dan terpandang dari Jepara dan terlahir cacat mental,
dia pun diasingkan oleh keluarganya di SLB Binajiwa di daerah Tanjungsari yang
sangat terpencil. Setiap jam pelajaran selesai dia menangis, dia tidak ingin
aku keluar dari ruangan. Apapun yang dia lakukan dia akan selalu ingin di
dekatku. Aku tidak merasa aneh sama sekali, justru bahagia jika ada muridku
yang dekat denganku.
Matahari
mulai terlihat makin bersembunyi di balik garis katulistiwa membuat bumi Tanjungsari
ini sedikit teduh. Awan mulai menjinggakan dirinya dan aku sendiri segera
melepaskan penat seharian ini. Merebahkan tubuh di atas tempat tidur tanpa
ranjang milik Pak Sosro. Melamun sebentar melepas segala penat dan keringat
seharian ini, dan seseorang memanggil namaku membuyarkan lamunanku. Segera aku
beranjak dari tempat tidur karena Anik memanggilku karena ada seseorang yang
mencariku, ternyata Budi. Aku segera keluar menuju ruang tamu dan tidak melihat
Budi di ruangan itu, terlihat meja tua milik Pak Sosro bergerak dan aku tahu
itu Budi yang bersembunyi di kolong meja. Entahlah aku tidak mengerti motivasi
dia. Aku suruh dia keluar dari kolong meja lalu mengajak dia duduk di kursi
tamu diruangan itu.
Hari-hari
selanjutnya kerena tugas kami mengajar murid-murid sekolah SLB Binajiwa membuat
rumah kami setiap hari ramai dengan murid-murid yang ingin belajar bersama
dirumah, termasuk Budi. Setiap hari dia datang dan seperti biasa dia selalu
bersembunyi di kolong meja sampai aku menyuruhnya keluar dari sana, ternyata dia
malu. Sampai pada suatu malam minggu aku kedatangan tamu teman laki-laki dari
posko KKN sebelah desa saat Budi juga sedang di rumah poskoku. Dia ngambek dan
bersembunyi di balik pintu enggan juga keluar sampai teman laki-lakiku pulang.
Suatu
hari Ninik teman sekamarku memberiku selembar surat dengan amplop warna pink
entah isinya apa. “Ini dari Budi, katanya untuk kamu” kata Ninik sembari
memberikan surat itu. Di dalam amplop itu ada selembar surat dengan surat warna
pink dengan animasi bunga-bunga dan tercium seperti ada bau parfum di kertas
itu.
“Nama:
Budi Yulianto
Nama
Ayah: Yadi Yulianto
Nama
Ibu: Purwanti Yulianto
Nama Adik: Adi Bakti Yulianto”
Begitulah isi surat itu, aku sungguh
tidak mengerti arti dari surat itu. Mungkin hanya iseng karena sudah bisa
menulis dan mempraktikan seperti yang di ajarkan di sekolah.
Pagi
ini aku bertemu Budi di sekolah, aku menyapa dan mengajaknya senyum. Tapi entah
apa yang ada dalam pikirannya, dia seperti marah padaku. Dengan muka kesal,
bibir manyun membuatku tertawa sendiri dalam hati karena aku tidak merasa punya
salah apapun padanya. Siangnya ada surat yang sama lagi aku terima, dengan
amplop dan isi yang sama persis. Aku belum juga paham maksud Budi mengirim
surat ini. aku menganggapnya biasa saja karena memang ada yang kurang pada
dirinya. Saat bertemu di sekolah sehari setelah surat itu aku baca, dia bermuka
lebih kesal dan ternyata aku tahu dia kesal karena aku tidak membalas surat
yang dia kirim. Dan itu berlanjut sampai ada setumpuk surat dari Budi yang
isinya sama.
30
hari sudah kami mengabdi pada desa Tanjungsari dan SLB Binajiwa, tidak terasa
sudah saatnya mengucapkan selamat tinggal pada teman-teman luar biasa yang kami
ajar di SLB Binajiwa. Teman-teman yang menumbuhkan semangat belajar kami untuk
meneruskan perjalanan pendidikan kami lebih tinggi lagi dengan segala
kekurangan mereka, mereka bisa punya semangat untuk menuntut ilmu.
Hari
ini adalah hari terakhir mengajar di kelas SLB Binajiwa, berpamitan dengan
anak-anak tapi sepertinya mereka tidak berkenan memberi ijin kami pulang.
“semangat teman-teman, kalian istimewa dan luar biasa.” Kami pun pulang dengan
membawa kenangan dari SLB Binajiwa yang akan selalu ada di hati kami, senyum
anak-anak luar biasa yang tidak akan kami lupakan.
Sore
ini setelah membereskan segala pakaian dan barang-barang kami berpamitan dengan
Pak sosro, karena kami juga sudah mengadakan perpisahan kecil di kampung tadi
malam, kami langsung bersiap untuk perjalanan menuju kota. Tapi muridku Budi
yang ikut membantu membereskan barang-barang kami, tidak mengijinkan aku
pulang, dia merengek menangis menahanku agar tidak pergi. Dan akhirnya kami
pulang setelah Budi di tenangkan oleh Pak Sosro dan Istri setelah aku berjanji
akan datang lagi untuk menjenguknya.
Hari-hari
disisa akhir kuliahku berjalan begitu cepat. Aku masih dengan keseharianku di
kos dan tugas sekeripsi tentunya yang sudah menantiku untuk selangkah maju menuju
baju toga itu. Siang ini aku hanya menganggur dan bosan sekali di kos, tidak
ada aktivitas menyenangkan yang bisa aku kerjakan sampai tiba-tiba aku di
panggil teman kamar sebelahku. Terdengar ramai diluar sepertinya ada hal yang
tidak biasa, ternyata aku kedatangan tamu dari desa Tanjungsari. Aku begitu
kaget melihat sosok orang dengan badan besar tinggi, berkumis tipis dan brewok
tipis di dahinya. Orang itu berumur sekitar 28th, dia adalah Budi murid SLB Binajiwa.
Tidak kaget kalau kos-kosan mendadak heboh karena ada anak SLB yang mencariku.
Aku
sama sekali tidak menyangka Budi bisa sampai ke tempat kos ku yang berjalak
jauh dari desa Tanjungsari, aku melihat ditangannya menggenggam kertas
bertuliskan “Dari jalan pahlawan Tanjungkarang naik bus Mahardika sampai ke
terminal Sukokiwo. Lalu naik BUSKencana bilang sama Pak Kenek Busmau ke Terminal Giwangan. Lalu turun
dan cari Buslagi jurusan Jogja kota baru. Lalu naik BusTuyul sampai ke desa
Babarsari RT 4 gang Pandan wangi”. Selembar surat itu dari guru Budi di SLB Binajiwa.
Aku
mengajak Budi jalan-jalan sebentar lalu mampir di warung kopi di Desa tempat
aku kos. Banyak juga yang bertanya termasuk Ibu pemilik warung kopi, “adiknya
ya mbak?” bingungnya aku mau menjawab apa. Senyum kecil isyarat untuk Ibu pemilik
warung kopi, dan semoga Ia paham. Selesai makan aku mengantar Budi ke terminal
dan mencarikannya bus yang langsung menuju ke Tanjungsari.
Sore
ini aku mencoba berkelut dengan sekeripsiku, panas dan begitu penat melihat
lembar-lembar kertas yang tak kunjung selesai. Tiba-tiba ada Ibu kos yang
mengetuk pintu kamarku, aku segera membukakan pintu dan mempersilahkan Beliau
masuk. Aku terkejut saat Ibu Kos memberikan kabar tentang kabar Budi yang
sekarang sedang Opname di JIH (Jogja International Hospital). Keluarga Budi
memintaku untuk datang ke Rumah Sakit atas permintaan Budi karena menurut
informasi dari Ibu Kos dia demam tinggi dan mengigo memanggil-manggil namaku.
aku segera bergegas mandi dan bersiap ke JIH sore ini juga.
Sesampai
di Rumah Sakit aku langsung menuju ke bagian informasi untuk menanyakan di
kamar mana Budi di rawat. Segera aku menuju kamar kelas 1 dan aku mengintip
sedikit di balik gorden pintu, aku melihat Budi yang matanya tertutup tapi
mulutnya seperti masih berteriak-teriak. Aku beranikan diri untuk masuk menemui
Budi dan keluarganya. Aku pegang tangannya dan berkata “Aku di sini Budi,
menjenguk kamu. Budi apa kabar?”. Dia membalas memegang tangaku dan membuka matanya,
dia terlihat begitu gembira dengan senyum polos selalu dia berikan padaku dulu.
Badannya memang panas dan sepertinya keadaaannya buruk.
Jam
kunjung Rumah Sakit sudah habis karena sudah lebih dari jam 8 malam. Aku ingin
segera berpamitan dengan Budi dan keluarganya. Tapi Budi mengamuk dan
benar-benar tidak mengijinkankku untuk pergi. Dia memegang tanganku erat-erat
sambil tetap berteriak-teriak meminta Ibu dan Ayahnya untuk menahanku tetap di
sana. Perasaanku campur aduk, dari yang awalnya ragu untuk datang memenuhi
permintaan orangtuanya dan sekarang ditambah aku yang tidak di ijinkannya
pulang. Ibunya terlihat meneteskan air mata tersirat harapan agar aku tetap di
sini menemani sisa hidup Budi. Ada bagian di air mata Ibu Budi yang mengerti
perasaanku, tidak mungkin aku mengorbankan hidupku untuk menemani Budi mengorbankan
masa depanku yang masih panjang ini. Dan akhirnya dengan terpaksa aku harus
meninggalkan Budi yang keadaannya masih buruk dan berharap dia segera sehat
kembali. “semoga lekas sembuh ya Budi, aku selalu berdoa untukmu. Kapan-kapan
aku akan main ke rumahmu kalau kamu sudah sembuhJ”, meskipun Budi
tetap mengamuk dan menangis akan kepergianku malam itu.
Berbulan-bulan
lamanya aku memendam cerita cinta si anak luar biasa itu tanpa ada siapapun
yang tahu kecuali Budi dan keluarganya. Sampai suatu hari aku mendengar kabar
yang kurang menyenangkan dari teman KKNku dulu. Kabar duka dari Budi Yulianto
yang sekarang sudah berpulang dan meninggalkan puing-puing kenangan di hati
diumurnya ke-30. Kisah cinta si anak luar biasa yang ternyata endingnya kurang
menyenangkan. Dan aku memutuskan untuk menyimpan cerita ini sebagai
kenang-kenangan darinya entah kapan kisah ini akan aku kisahkan.
Rahasia Ilahi yang tidak pernah
terfikirkan olehku, yang ternyata anak yang terlahir dengan kekurangannya
ternyata bisa merasakan rasanya jatuh cinta seperti manusia pada umumnya.
Mungkin hanya sedikit fisik dan mentalnya yang terlahir tidak sempurna tapi
hati dan perasaannya terlahir sempurna seperti layaknya manusia yang terlahir
normal fisik maupun psikis. Semoga di Surga kelak kita akan bertemu lagi, Budi.
TAMAT
Desy Afrida Hardiyati, 11 April 2015
Cerpen ini dibuat atas inspirasi dari guru tercinta Ibu Samilah, teruntuk beliau dan Budi yang akan selalu menjadi bagian dari cerita hidup Ibu :)
Kekasih Pulau Sebrang
Ditulis Tanggal 15 September 2014
Aku
adalah seorang pelajar di salah satu sekolah menengah kejuruan di Yogyakarta.
Dan tahun ini aku akan menempuh Ujian Nasional untuk mengakhiri masa putih
abu-abuku. Dan ditahun ini pula Joo, akan melaksanakan wisuda S1nya di salah
satu perguruan tinggi swasta di Yogyakarta dan akan meninggalkanku di kota
istimewa ini sendirian untuk kembali ke tanah kelahirannya. Joo adalah seorang
mahasiswa semester akhir yang bukan berasal dari kota istimewaku ini. Dia senior
yang aku kenal di sekolah dulu, sudah satu tahun ini kami menjalin hubungan.
Kami berkenalan saat ada acara di salah satu sekolah yang melibatkan
siswa-siswi SMA dan mahasiswa bertemu dalam satu event.
Entah
bagaimana kita bisa berkenalan hingga akhirnya dekat dan menjalin hubungan. Aku
ingat saat dia mengajakku jalan untuk pertama kalinya, dan saat dia menyatakan
cinta di tepi pantai sore itu. Aku selalu merindukan saat-saat bersamanya dulu.
Ujian
Nasional pun berakhir dan di bulan ini lah Joo melangsungkan wisudanya. Betapa
berat hati ini melepas kepergian kekasih hati. Dan aku pun tak tahu kapan kita
bisa bertemu kembali. “Hati-hati sayang! Aku akan selalu merindukanmu,” kataku
sambil memeluknya di ruang tunggu tempat pengantaran terakhir di bandara siang
itu. Tak peduli berapa pasang mata yang memandang kami. “Jaga diri kamu
baik-baik, aku pasti kembali”, katanya sembali mengusap air mata yang berlinang
di pipiku.
Joo
mengecup keningku seolah tak ada seorang pun di tempat itu. Suara mbak-mbak wanita yang mengisyaratkan pesawat
yang ditumpanginya akan segera lepas landas menambah kegelisahan hatiku. Aku
mencoba melepaskan genggaman tanganku dari jari-jarinya yang sedari tadi enggan
aku lepaskan. Anak kecil yang duduk tidak jauh dari dariku entah sengaja atau
tidak memutar lagu di Hpnya, “bersabarlah sayang, aku akan pulang. Jangan
dengarkan gosip belaka tentang aku. Bersabarlah sayang aku akan pulang.....”
Perpisahan
memang tidak ada yang mudah sekalipun itu menjanjikan kebahagiaan. Aku seakan
tidak siap untuk menjalani hari sendiri tanpanya. Yang biasanya kita selalu
makan di warung nasi rames itu berdua, dan setiap aku tidak bisa menghabiskan
nasinya. Aku akan menyuruhmu untuk menghabiskannya sampai ke tulang-tulangnya,
kini aku hanya bisa makan sendiri dan ku buang sisa nasi yang tidak habis itu.
Tidak ada lagi yang aku jambak rambutnya saat aku kesal karena rambut itu tidak
juga di potong, bahkan sudah seperti sarang burung. Tidak ada lagi yang
mengambil foto pose alay dan aku ajak
selfie saat jalan-jalan di pantai,
gunung, sawah, taman, bahkan Malioboro yang dulu rajin kita kunjungi. Tidak lagi
ada suara yang khas yang katanya mirip Judika itu sepanjang jalan aku mengendarai
motor. Karena biasanya aku harus mendengarkan puluhan lagu yang kamu nyanyikan
sepanjang jalan bak mendengarkan radio tanpa berhenti bernyanyi. Tapi semua
itulah yang aku selalu rindukan.
Bulan
pertama terasa begitu asing ketika aku dan dia yang dulunya selalu bersama kini
nyaris tidak pernah bertemu selain di dalam mimpi dan khayalan. Rasa rindu yang
kian menyiksa setiap detiknya terus dan terus saja tak henti-henti menyerang
lubuk hati ini. Bertukar cerita saat larut datang adalah cara kita untuk melepas
sejenak rasa rindu yang bergejolak ini. Sering kali tiba-tiba telepon mati
setelah berjam-jam menelpon lalu ada SMS masuk, “sayang pulsa habis kesel
banget sumpah!” Dan akulah yang selanjutnya akan menelponnya sampai pulsaku pun
ikut habis sebelum kami puas.
Andai
ada makelar rindu yang bisa membeli rasa rindu, mungkin kekayaanku melebihi
kekayaan Bapak Aburizal Bakri yang jadi orang terkaya masa kini di Indonesia. Setiap
malam aku selalu menyempatkan diri untuk melihat foto-foto kita dulu saat
bersama di laptopku. Oh, menatap fotonya seperti hanya meneguk setetes air di
gurun pasir. Mungkin jika operator bisa menyadap SMS kami, mungkin dia akan
bosan mendengar berkali-kali bahkan berjuta kali kami berkata rindu.
Setiap hari kami selalu
menyempatkan diri untuk mengobrol di telepon, dia sering menyanyikan lagu
bersama gitarnya yang dulu sering kita pakai untuk bernyanyi berdua.
“Semua
kata rindumu semakin membuatku tak berdaya, menahan rasa ingin jumpa.
Percayalah padaku aku pun rindu kamu, ku akan pulang melepas semua kerinduan
yang terpendam.”
Lirik
lagu yang selalu menempel di hatiku, lagu yang sering dia nyanyikan lewat
telepon.
Memasuki tahun kedua perpisahan kita
aku sudah mulai terbiasa melewati kesendirian ini. Rasa cemburu sering kali
terbesit di pikiranku, wajar saja kerena aku benar-benar tidak bisa melihat apa
pun yang dia lakukan di sana. Kadang aku sering kesal saat dia tidak
menghubungiku seharian sampai larut. Tapi aku harus bisa mengerti kapan aku
harus memberi dia perhatian, dan mengerti saat dia tidak ingin diganggu. Kerena
di sana sudah memasuki dunia kerja, cerita terakhirnya lewat telepon kemarin
dia sudah mulai mengajar di salah satu sekolah swasta di kotanya. Dan aku
sendiri sudah mulai sibuk dengan tugas-tugas kuliahku. Di sinilah kita harus
bisa saling mengerti.
Memasuki kesibukannya yang sekarang
sudah menjadi mengajar tetap, membuat Joo sibuk dengan dunia barunya. SMS
berisi “sudah makan? Lagi apa sayang?” sudah mulai jarang aku terima. Malam ini
aku mencoba menghubunginya dan bertanya, “sibuk banget ya Pak Guru?” Beberapa
saat kemudian ada SMS masuk dari Joo, “maaf banget bukan maksud gak hubungin
kamu.....” Mengerti dan mengerti yang hanya bisa aku lakukan saat ini. Meskipun
dalam hati aku rapuh dan butuh pundak untuk bersandar, layaknya perempuan yang
juga butuh diperhatikan. Aku hanya meminta waktu larutnya sebentar saja, biar
aku terima pagi, siang, sorenya dia habiskan untuk kesibukannya. Tapi tolong
untuk larut saja sisakan untukku. Untuk sekadar melepas rindu lewat telepon saja.
Siksaan LDR ini tidak terasa 2 tahun
sudah kita lewati bersama, banyak yang bisa aku ambil dari pohon LDR ini.
Sebongkah kepercayaan saja modal kita satu sama lain. Kesabaran dan penantian
sudah akrab di telinga kami. Di masa kuliahku yang hampir memasuki semester 5
tidak sedikit godaan yang menggoyahkan kesetiaan ini. Tapi tak sedikit pun
terbesit pikiran akan berpalilng dari Joo. Meskipun terkadang terlintas
keraguan tapi aku selalu mencoba percaya karena hanya itu saja modal yang kami
punya. “pacar kamu mana? Cie cie jomblo ya? Udah deh cari aja yang baru,” “kamu
gak takut di sana ditinggal cari sampingan?” kata-kata seperti ini sering kali
terdengar dari mulut teman-temanku. Terlalu panas telinga ini karena terlalu
sering mendengarnya, tapi selalu aku coba membesarkan hati dan menjawab
singkat, “aku yang mengenal dia bukan kalian. Soal sampingan itu tergantung
orangnya.”
Hubungan ini mengajarkanku bagaimana
menghargai satu sama lain, belajar bersabar dan melawan seribu rasa kesepian.
Aku menjadi tahu seberapa berharga seseorang saat dia tidak bersama kita lagi.
Besarnya cintaku pada Joo tidak akan aku menukarnya hanya karena rasa kesepian
ini. Karena keyakinanku hanya satu, hanya menunggu waktu. Dan kebahagiaan ini
akan terpuaskan.
“sayang kamu libur kapan?” tanyaku
lewat telepon disuatu malam yang cukup sepi. “Bulan depan setelah tahun ajaran
ini selesai, insyaallah libur satu bulan. Aku ambil cuti.” Jawabnya datar
terlihat lelah atas sehariannya yang sibuk. “Aku pasti jenguk kamu, kamu yang
sabar,” kata-kata yang paling sering sekali aku dengar dari telepon genggamku
ini. Rasa rindu yang menusuk ini sering kali membuat embun di kedua pelupuk
mataku. Aku hanya bisa berdoa agar segera Tuhan Allah cepat pertemukan kami.
Minggu pagi yang cerah, dengan awan
yang biru merekah dan burung-burung yang bernyanyi dengan kicaunya, menambah
semangatku hari ini. Hari ini free tanpa
jadwal apapun, hanya berbaring di tempat tidur saja sedari pagi. Tiba-tiba HP
pun berbunyi, 1 pesan di terima dari Joo, “Aku sampai Jogja jam 1, kamu bisa
jemput sayang? Aku tunggu di bandara. I Love U,” satu kalimat yang membuat ku
sedikit shock dan tidak bisa berkata
apa-apa. Sudah 2 tahun ini kami benar-benar tidak bertemu, dan tiba saatnya
kita akan bertemu lagi. Begitulah rasanya, tidak mampu lagi di gambarkan. Rasa
rindu yang meletup-letup ini seperti layaknya seekor anak ayam yang tersasar
kemudian bertemu ibunya. Ingin segera memeluk erat ibunya. Tidak pikir panjang
aku langsung membalas pesan itu, “I love U too.”
Segera aku bergegas lari dan
bersiap-siap untuk segera pergi ke bandara. Jam menunjukkan pukul 11, aku tidak
sabar lagi menunggu jam 1 tiba. Mungkin rasa bahagia ini jika dilukiskan di
kain kanvas akan menghabiskan ber-meter-meter kain kanvas. Ingin segera aku
berjumpa dengan pencuri hati itu, sudah tergambar dalam pikiranku bagaimana
keadaannya sekarang. Apa dia sekarang mendadak putih mirip Justin Bieber? Apa
dia sekarang hitam seperti Bapak Obama? Uh aku tidak sabar lagi untuk pertemuan
ini.
Dengan baju warna putih bercorak
bunga-bunga manis dan hijab dominan merah serta sepatu yang tidak kalah ceria
aku segera bergegas menuju bandara. Sesampai di bandara pukul 13.00 WIB aku
menuju ke tempat ruang tunggu yang dulu adalah tempat perpisahan kita serta
menjadi pertemuan terakhir kita. Suasana ramai oleh pengunjung yang mungkin
menjemput atau sedang menunggu pesawatnya tiba. Mungkin juga ada yang bernasip
sama denganku, menanti kekasih hatinya turun dari burung besar yang membawanya
meninggalkanku itu.
Waktu menunjukkan pukul 13.20 WIB aku
sudah tidak sabar lagi menanti Joo datang, tapi entah kenapa tak kunjung
terlihat batang hidungnya. Aku coba kirim sepatah kata lewat SMS, “sayang aku
udah di ruang tunggu. Kamu udah sampai?” Joo membalas pesanku tanpa menunggu
lama, “Pesawatku dellay jam 3 sore
baru sampai sayang, gimana?” “Yasudah aku tunggu. Take care honey.” Ouggh harapanku ingin segera bertemu kekasih hati
harus tertunda, dan aku harus menunggu lebih lama.
Hati semakin gelisah dan rindu ini
semakin berkecamuk, terbesit pikiran sambi menunggu jam 3 aku mencoba menunggu
di kantin bandara. Sekedar melepas kejenuhan, karena memang menunggu itu
membosankan. Aku memesan minuman dan semangkok bakso kepada wanita setengah
baya yang berpakaian rapi warna putih celana hitam itu. Wanita itu mendatangiku
beberapa saat setelah aku duduk di kursi kantin.
Beberapa saat kemudian wanita paruh
baya yang ku tahu dia adalah pelayan di kantin itu datang membawa baki berisi
minuman dan bakso yang aku pesan, “silahkan non baksonya. Ada lagi?” Tiba-tiba
suara yang tidak asing bagiku menjawab dari arah tidak jauh dariku, “tambah
bakso satu ya buk, sama es teh.” Tidak fikir panjang lagi aku tengok ke arah
suara itu. Dan benar saja, rasa tidak percaya itu adalah Joo. Batang hitung
yang sedari tadi aku tunggu-tunggu kini akhirnya datang juga. Dia bohong kalau
pesawatnya sampai Jogja jam 3. Uhh!
Dia tetap saja terlihat manis dengan rambut ikalnya dan senyumnya yang khas.
Rasa haru, sedih, bahagia, kaget
bercampur aduk dalam benak hati. Aku langsung berdiri dan memeluknya tanpa
menghiraukan berapa pasang mata yang menatap ke arah kami. Wanita pelayan
kantin yang sedari tadi melihat kami hanya tersenyum lalu berlalu masuk ke
dalam dapurnya untuk membuatkan pesanan Joo atau mungkin pelanggan lain. Tubuh
ini enggan melepaskan pelukan ini, hanya ini yang jiwaku inginkan saat ini.
Pelukan hangat yang hampir tidak pernah lagi aku rasakan. Tidak bisa digambarkan lagi bagaimana rasa
senang dalam hati ini, setelah 2 tahun kita berpisah dan akhirnya Tuhan Allah
mempertemukan kita lagi.
Joo akhirnya mencoba menyuruhku untuk
melepaskan pelukan kita. Dan kami pun duduk di kantin bandara menunggu makanan Joo yang tadi dipesan. Betapa bahagia
hati ini Tuhan, trimakasih.
Sebulan ini kita lewati hari-hari
bersama, kita kembali menyusuri tempat-tempat yang dulu kita pernah kunjungi.
Sekadar flashback kenangan-kenangan
kita dulu, dan seakan semua seperti saat dulu kita menghabiskan waktu di kota
istimewa ini. Rasa rindu ini puas terbayar sudah tanpa sedikitpun yang tersisa.
Pertemuan ini hanya seperti mimpi dan angan-anganku saja.
Sampai akhirnya tiba saatnya Joo harus
kembali ke tanah kelahirannya untuk melanjutkan kewajibannya di sana. Lagi dan
lagi aku harus merasakan perpisahan yang menyebalkan ini. Andai boleh aku ingin
ikut bersamanya atau dia yang aku tahan untuk tidak pergi lagi. Dengan wajah
cemberut dan kesal karena tidak ingin ada perpisahan aku mengantarkannya lagi
ke bandara, satu-satunya tempat kenangan dan penuh harap. Aku tidak rela dia
meninggalkan ku lagi di kota ini sendiri. “Aku gak mau kamu pergi lagi,” kataku
tanpa melepaskan genggaman tangannya. Dengan senyum dan penuh harap dia
menjawab, “tenang sayang, aku hanya pergi sebentar. Tahun depan setelah kamu
wisuda aku akan datang lagi ke rumahmu membawa kedua orang tuaku dan tidak lupa
membawa cincin untuk melamarmu. Makanya kamu kuliah yang rajin biar cepat
lulus. Semakin lama kamu lulus semakin lama pula pertemuan kita nanti.” Air
mata ini tak kuasa lagi ku bendung, dan mengalir membasahi pipi yang sedari tadi
memerah. Aku hanya mengangguk ternyenyum dan meyakinkan diri, dan pelukan
terkahir ini mengantarkannya untuk pulang. Satu harapan dia berikan sore itu ku
bawa pulang dan ku simpan baik-baik sampai kelak Tuhan Allah mempertemukan kita
lagi. Tidak hanya sekadar pertemuan singkat, tapi pertemuan yang mengantarkan
kami ke pintu kebahagiaan. Terimakasih Tuhan Engkau beri kami kesempatan untuk
bertemu. Terimakasih
Namun ceritaku tidak berakhir manis, Jarak adalah yang selalu dipersalahkan ketika pasangan LDR berpisah. Alih-alih ketidakmampuan mereka menjaga komitmen. Akhirnya kami dipisahkan oleh banyak hal, bukan aku tidak mau berjuang lagi. Hanya aku tak mampu bertahan terlalu lama pada keadaan seperti ini.
Cerita ini kebanyakan hanya fiktif belaka, hanya segelintir pasangan LDR yang berhasil, LDR adalah dimana rumah kamu dan dia tidak mampu ditempuh beberapa jarak. Bukan pasangan yang tinggalnya berjauhan dikarenakan si dia bekerja atau hal lain karena keadaan ini cepat atau lambat dia akan pulang kerumah. Namun tidak ada yang tidak mungkin jika sama-sama ada usaha, pengorbanan banyak dibutuhkan untuk pasangan LDR sesungguhnya seperti ini. Maaf jika ada kesamaan tokoh, cerita, watak penulis mohon maaf.
Langganan:
Postingan (Atom)