Kamis, 19 Juli 2018

Diposting oleh Unknown di 10.44 0 komentar
Blog ini sudah mati.  Entah kapan Ia dapat bangun kembali.  :) 

Minggu, 11 Oktober 2015

Diposting oleh Unknown di 07.34 0 komentar

Dear my future husband...

Di suatu malam,
yang tenang namun terasa gaduh,
sepi namun terasa mencekik,
dingin namun terasa membakar,
senyap namun terasa menusuk,
aku sunguh tak bisa tidur....
Ah sudahlah.....sajak ini terlalu membosankan, karena sesungguhnya saat itu aku sedang malam yg pecah. Seperti hati ini yang kala itu pecah berkeping-keping.
Aku tenggelam dalam genangan air yang aku buat sendiri, terlalu dalam aku membuatnya membuatku tenggelam terlalu dalam.
Pernahkah kamu merasa menjadi orang paling bodoh di atas tanah ini?
Seseorang yang datang dan tak pernah pergi sampai sekaran berkata, “Saat berdoa jangan meminta kemudahan hidup, tapi mintalah agar tetap dikuatkan saat semua terasa tak mudah. Hidup gak melulu soal cinta.”
Aku terlalu jauh berjalan, mencari sesuatu yang aku pun tak tahu apa sebenarnya yang aku cari. Dan tanpa sadar yang aku cari selama ini ada di sampingku, tanpa pernah sedikit pun pergi atau sekedar berfikir untuk meningalkanku seorang diri.
Dear My Future Husband.....
Maaf kan jika waktu yang berlalu masih saja menghantuiku,
Maafkan aku membuatmu terlalu lama menunggu,
Maafkan jika aku tak pernah menyadiri hadirmu sejak dulu,
Maafkan aku yang terlalu melulu bicara waktu yang tak pernah kembali lagi,
Percayalah jika sekarang aku tak akan membuatmu menunggu lagi,
Percayalah jika aku ingin memulai lagi dengan mu,
Percayalah jika aku sunggu berusaha menjadi yang terbaik untukmu,
Percayalah jika aku menyesal tak mau mendengarmu sejak dulu,
Percayalah aku akan selalu ada untukmu,
Tak usah terburu-buru untukmu percaya,
Karena aku akan selalu membuktikannya
Tanpa henti berusaha, agar kelak kau percaya.
Aku sudah jera bermain api cinta. Tak ada lagi yang ingin aku cari, karena denganmu aku merasa sempurna. Karena lingkaran kesempurnaan tidak akan pernah putus jika kau tak memutuskannya. Dan aku memilihmu dan akan ku jadikan kau sempurna. Bersamaku kita akan membangun rumah cinta impian, melewati setiap krikil yang menghalangi, bertahan kala hujan datang agar tak tumbang. Ku percaya, bersamamu aku bisa melewati semuanya.
Dear My Future Husband........
Aku tidak akan membiarkan kesempatan berlalu begitu saja,
Percayalah, aku tak pernah bermain jika itu tak pantas dipermainkan,
Pelan tapi pasti kau akan percaya dan tidak akan membiarkanku berdiri kedinginan sendiri, tak akan membiarkanku berjalan sendiri. Kita akan berjalan beriringan sampai saatnya kita beriringan di pelaminan, seperti yang kau inginkan.
Percayalah aku selalu berdoa seperti yang kamu inginkan, berjuang sampai saat itu tiba karena Tuhan tidak akan membiarkan kita terpisah.
Kamu seperti malam nan indah, aku tak ingin mentari segera terbit karena malam terlalu indah untuk ku biarkan pergi..........

Bukan kata-kata romantis, atau sekedar bualan.
Ditulis dengan hati dan juga jari manis semanis senyumanmu.
Teruntuk seseorang yang sering ku sebut EEK dalam hidupku karena Dia terlalu menyebalkan untuk disebut pacar. My 2020!!!!!!
Dari DETIK MILAND, Desy Cantik Mirip Chelsea Island *kata si eek

Yogyakarta, 11 Oktober 2015 (21:23)
-Desy Afrida Hardiyati-

Senin, 27 April 2015

BANTAL FOTO JOGJA

Diposting oleh Unknown di 01.24 4 komentar

Bismillah.....
Haiii bundaaa sistaa, kakak Selamat Siang 😂 numpang buka lapak yaa 😆

Boneka Bantal Foto lucu cocok buat kado ulang tahun, anniversary, kado wedding, sekadar gift dll. Bisa Reques Bentuk, ukuran, warna, bahan kain, boleh desain sendiri, boleh juga bawa boneka sendiri dari rumah trus di kasih foto disini, Harga murmer tergantung ukuran mulai 40rb-300rb. Pesan minimal 2hari sebelum ambil yaa . Buat reseller buka PO biar dapet harga khusus min order 5 buah ya😁 info lebih lanjut WA: 087739254716. PIN BB:  5F03DB81 .. JOGJA/JNE/POS/BRI/CIMB.

 Bantal Persegi ready dari ukuran 30x30 sampai 100x100
Harga : 30x30 Rp. 50.000
40x40 Rp. 60.000
50x50 Rp. 80.000
60x60 Rp. 110.000
70x70 Rp. 135.000
80x80 Rp. 180.000
90x90 Rp. 225.000
100x100 Rp. 250.000





Bantal Persegi panjang ready dari ukuran 40x60 sampai 40x100cm 
                                                                                 50x60cm
                                                                                  60x70
                                                                                  70x80
                                                                                  80x90
                                                                                 90x100
Harga Bantal Persegi Panjang
20x30 Rp. 35.000 
40x150 Rp. 185.000
50x90 Rp. 125.000
50x70 Rp. 100.000
40x30 Rp. 55.000                    
40x50 Rp. 70.000
40x60 Rp. 80.000
40x70 Rp. 90.000
40x80 Rp. 100.000
40x90 Rp. 110.000
40x100 Rp. 120.000
50x60 Rp. 90.000
60x70 Rp. 110.000
70x80 Rp. 170.000
80x90 Rp. 195.000
90x100 Rp. 240.000


Bantal BUNGA ready dari ukuran diameter 40cm sampai 100cm
 Harga Bantal Bunga
25x25cm Rp. 40.000
40cm Rp.60.000
50cm Rp.85.000
60cm Rp. 100.000
70cm Rp.145.000
80cm Rp. 190.000
90cm Rp. 225.000
100cm Rp. 265.000



Bantal Bola ready dari ukuran diameter 40cm sampai 100cm
Harga Bantal Bola
40cm Rp.65.000
50cm Rp.80.000
60cm Rp. 105.000
70cm Rp.135.000
80cm Rp. 190.000
90cm Rp. 230.000
100cm Rp. 265.000


Guling Foto ready dari ukuran Panjang 65,70,80,90,100cm
Harga Guling
20x30 Rp. 40.000
 65cm Rp. 75.000
70cm Rp. 85.000
80cm Rp. 100.000
90cm Rp.115.00
100cm Rp. 125.000


Bantal LOVE ready dari ukuran diameter 40cm sampai 100cm
Harga Bantal LOVE
40x30cm Rp.65.000
40x50cm Rp.80.000
50x60cm Rp. 100.000
60x70cm Rp.125.000
70x80cm Rp. 185.000
80x90cm Rp. 225.000
90x100cm Rp. 250.000



Bantal BAJU ready 40X45cm Harga Rp. 65.000


Ada juga Bantal karakter yg bisa disisipin foto bunda, hehe cek this out................
  

 Bantal Karakter Bintang ready dari ukuran 40 Harga 51.000














Bantal Karakter  ready dari ukuran 40x60:
Harga Bntal Karakter
 Bantak Pinguin Rp. 70.000
Bantal Thomas (kereta) 50x60cm Rp. 110.000
Bantal Beruang 40x60cm Rp. 75.000
Bantal minion 40x60cm Rp. 75.000
Bantal Hellokitty 40x60cm Rp. 75.000
Bantal monyet 40x60cm Rp. 75.000
Bantal Masha 40x60cm Rp. 75.000
Bantal Pororo 40x60cm Rp. 75.000
Kepala AngryBird Rp. 75.000
Bantal Keroppi Rp. 75.000
Bantal Panda Rp. 75.000
Boneka Beruang 30x40 Rp. 75.000
Boneka Beruang 50x70 Rp. 100.000
Masha tinggi 1m Rp. 240.000
Boneka Doraemon Rp. 75.000




selain itu bunda juga bisa bawa boneka darirumah trus di ganti deh mau gimana sama foto bunda...
Jadinya gini nih, lucuu kaaann.... Harganya tergantung area cetak foto, maximal A3, ongkosnya 25rb-40rb termasuk ongkos jahit.


































 --------------------------------------------------------------------------------

Satu set Bantal cocok buat kado dedek bayi bundaaa
Harga satu Set Rp. 170.000 (1 bantal, 2guling)

 Nah itu contoh sampel-sampel bantalnya bunda, bunda bisa reques juga bentuk dan ukuran serta bahan kainnya. Bisa pakai kain Rasfur(bulu panjang) dan kain Velboa(bulu pendek).


Produksinya cepet banget kak. Pagi hari pesan, besok pagi udah bisa jadi loohh, cpt bgt kaan...
Minat? Mau tanya2? Langsung WhatsApp : 087739254716 . PIN : 5F03DB81

CARA ORDER?
-Pilih bentuk dan ukuran bantal
-pilih warna(foto diatas)
-kirim foto (via whatsapp, BBM)
-kirim bukti transfer

Paginya kita kirim deh kak
Tidak melayani COD diluar Bantul ya kak. Okay
Kakak juga bisa bawa boneka sendiri trus di kasih foto kakak, cantik kaaan....
Don't Forget!!!
FAST RESPON WHATSAPP: 087739254716 . JOGJA/JNE/POS/BRI/CIMB/MANDIRI


email: desyafrida96@yahoo.com
WA : 087739254716
Bbm: 5F03DB81
LINE: dsafrida

Jumat, 10 April 2015

Cinta si Anak Luar Biasa

Diposting oleh Unknown di 20.35 0 komentar


Matahari kembali datang menyapa. Aku terbangun saat ku rasa ada bunyi nada monoton yang berbunyi tak jauh dari telingaku. “kringgg kringgg kringgg kringgg” suara alarm jam meja tua hadiah pemberian ayahku saat ulang tahunku yang ke-17. Menandakan jam sudah menunjukkan pukul 5.15 WIB. Aku coba membuka kedua pelupuk mata ini sembari tanganku mencoba meraih jam meja yang aku letakkan di atas meja, bersebelahan dengan kalender duduk, dan lampu hias kecil warna merah. “Bruuggghhhhhh...” “aduhhhhh” badanku malah terjatuh dari ranjang kayu dan terjuntai di atas lantai tanpa alas apapun.
Aku adalah mahasiswa rantauan asal Kulon Progo, DIY bagian barat yang kuliah di suatu perguruan tinggi ternama di Indonesia yang terletak di Yogyakarta. Mahasiswa Supersemar semester akhir dengan nilai-nilai dan prestasi akademik yang cukup memuaskan membuatku banyak dikenal teman-teman kampusku. Karena aku selalu mencoba menjalankan amanah dari ibu saat aku masuk kuliah pertama kali dulu, “kuliah yang benar, pesan ibu satu. Belajar menundukkan kepala, bertanya kepada siapa saja yang bisa kamu anggap guru. Dan selalu memakai ilmu padi yang semakin berisi semakin menunduk.”
Ku buka gorden warna merah jambu yang semampai di balik jendela tua, dan ku buka pula jendela tua itu sampai angin dan cahaya pagi masuk ke dalam kamar kosku di lantai 2 ini. Pagi ini begitu cerah, terdengar suara ayam jago yang sepertinya sedang latihan berkokok atau sedang memikat ayam betina milik tetangga kos ku itu.
Segera aku menuju ke kamar mandi karena rasa ingin segera mengguyur muka dengan air wudhu. Ternyata harapanku tak berjalan begitu mulus, terlihat terlalu banyak antrian orang-orang yang ingin mengguyur muka mereka juga. Beginilah derita anak rantauan yang setiap pagi harus mengantri lumayan lama, beberapa menit yang seharusnya bisa digunakan untuk hal yang lain tapi harus digunakan untuk mengantri mandi. Malas rasanya saat pelupuk  mata belum bisa terbuka harus berdiri antri seperti ini. Aku pergi menuju kran air yang sudah mulai karatan di samping kamar mandi, sholat dulu biar nanti mandi setelah sholat pikirku. Segar sekali rasanya terguyur air wudhu ini, Subhanallah.
Jilbab besar yang disebut mukena warna putih bercorak bunga dan bordir pink meski warna pinknya sudah banyak yang mulai luntur karena sering dicuci sudah ku pakai rapi. Mukena ini pemberian ibuku saat pertama masuk kuliah dengan pesan supaya aku tidak pernah melalaikan sholatku agar kuliahku berjalan lancar dan dimudahkan dalam segala hal. Selesai dua rokaat pagi ini tak lupa aku panjatkan doa untuk ibu dan ayahku di rumah agar mereka sehat selalu.
 “Allahumafirlanaa dzunubanaa waliwalidainawarkhamhumaa kamarobbayaanaashoghira Ya Allah ampinilah dosaku dan dosa kedua orang tuaku, dan kasihanilah mereka seperti mereka mengasihiku sewaktu aku kecil. Amin ya Rabbal’alamin”
Usai berdoa dan berdzikir aku melipat mukena putih yang sudah mulai lusuh ini dan meletakkannya di lemari kecil bersama baju-bajuku. Aku bergegas mengambil handuk dan segera kembali ke kamar mandi dimana tempat orang-orang berantri panjang tadi. Sampai di tempat terlihat tinggal sedikit orang, tinggal tetangga sekaligus teman sebelah kamarku. Kami sama-sama pejuang yang merantau jauh dari orang tua hanya ingin membuat orang tua kita menangis bahagia, bangga melihat kita kelak memakai baju toga lengkap dengan topi toga itu. Dan aku akan menyeka embun di kedua pelupuk mata ibuku nanti.
Jam menunjukkan pukul 8.00 WIB, setelah berdandan rapi dengan hem coklat dan rok hitam serta jilbab krem bermotif bunga-bunga aku bergegas pergi ke kampus. Sambil menunggu ada ‘bus tuyul’ yang lewat aku mengamati sekitar daerahku tinggal. Terlihat sudah sepi, hanya tinggal ibu-ibu yang menyapu dan berberes latar mereka. Tak lama kemudian, ‘bus tuyul’ yang ku nanti-nantikan akhirnya datang. “Jl. Colombo, Karangmalang, Pak!”
Kelas dimulai pukul 9 dan hari ini adalah pembagian tempat pembekalan KKN. Hari-hari kuliah terasa cepat sampai tidak terasa aku akan memasuki semester 8. Semester terakhir dan tahun wisudaku. Dosen membagikan tempat-tempat dimana kami akan mendapatkan pembekalan beserta kelompok KKN-nya dan kelas pun berakhir. Pagi itu aku mendapat tempat pembekalan di Jl. Tamansiswa di suatu gedung lembaga.
Aku sedikit mengeluh setelah acara pembekalan KKN selesai, karena mendapat tempat KKN yang cukup jauh dari kos, dan tempatnya lumayan terpencil jauh dari keramaian. “Jalani saja, mungkin akan menyenangkan hidup di desa. Kamu akan dapat banyak pengalaman baru nduk.” Kata ibu saat aku mengeluh padanya lewat telepon wartel samping kos.
Hari ini adalah hari pertama keberangkatanku KKN. Dan tidak akan pulang sebelum 1 bulan atau setelah tugas KKN ini berakhir. Semalam sudah aku persiapkan semua kebutuhan dan peralatan yang diperlukan sebulan di sana. Berat sekali isi koperku ini, bagai mau pergi merantau lagi di daerah yang lebih jauh. Setelah berkumpul dengan teman-teman satu kelompok KKN kami berangkat dengan berboncengan motor. Barang-barang kami angkut dengan mobil pick-up karena terasa sangat banyak barang bawaan kami.
Tibalah kami di sebuah desa yang sangat jauh dari keramaian, Desa Tanjungsari. Desa yang begitu hijau dengan pohon jati dan pohon pisang dimana-mana. Rindang sekali desa ini, dan tidak terlihat ada gedung pencakar langit sepanjang mata memandang. Udara begitu segar, jauh dari udara di kota. Pemukiman penduduk juga masih jarang-jarang, jarak antar rumah bisa sampai 100m lebih, begitu asri Tanjungsari ini.
Sampai di rumah kepala desa, kami disambut oleh Bapak kepala desa yang kami kenal bernama Pak Sosro dan Ibu kepala desa Ibu Tina. Kami dipersilakan masuk ke dalam ruang tamu Pak Sosro, di dalam Pak Sosro memberikan sekilas info tentang Desa Tanjungsari ini. Dan tempat-tempat yang mungkin penting bagi kami, seperti warung, puskesmas dan sekolahan. Setelah selesai berbincang dengan Pak Sosro dan minuman sudah tinggal beberapa tetes Pak Sosro mengajak kami ke rumah kosong yang akan kita tempati selama sebulan ini.
Tidak jauh dari rumah Pak Sosro, rumah kecil dengan teras kecil bercat putih yang sudah mulai mengelupas. Aku bersama Ninik, Anik, Sri, Ning dan teman laki-laki Didik, Yono, Tegar membawa masuk semua perlengkapan yang kami bawa dari mobil pick-up. Satu kamar untuk aku, ninik, dan anik. Satu kamar untuk Sri dan Ning. Dan satu kamar untuk laki-laki. Tidak begitu kecil rumah ini, sekiranya sudah cukup untuk 8 orang.
            Jam menunjukkan pukul 7 malam, setelah sholat berjamaah di masjid bersama kawan lain, kami berkumpul di ruang tamu untuk diskusi masalah proker selama KKN. Setiap pagi selama KKN kami akan mengajar di suatu sekolah yang istimewa. Setingkat dengan SLTA, tapi sekolah ini lebih luar biasa karena kami akan mengajar di Sekolah Luar Biasa tingkat SMA di SLB Binajiwa. Kesan awal, aku sama sekali tidak yakin bisa mengajar di sekolah itu karena aku sama sekali tidak punya pengalaman mengajar anak-anak istimewa titipan Illahi ini.
            Kami beranjak tidur dan pergi ke kamar masing-masing setelah pembahasan proker selesai, berharap segera ingin matahari kembali menyapa.
            Pagi ini adalah hari pertama kami datang di SLB Binajiwa, selesai pembagian tugas dan tanggung jawab kelas yang harus diajar oleh Ibu Kepala bagian personalia, kami segera masuk ke kelas masing-masing. Aku bersama Ninik masuk ke kelas 11A yang berisi 20 anak. Ada 13 anak laki-laki dan sisanya perempuan. Wajah polos mereka dengan segala kekurangan yang mereka miliki membuat hatiku bergetar, bangga rasanya aku berdiri di depan mereka. Aku memperkenalkan diri di depan kelas dan mendapat sambutan dari mereka, senyum lepas mereka begitu semangat menjawab salamku, menjawab pertanyaan-pertanyaan yang aku tanyakan pada mereka. Mereka begitu polos, tertawa lepas seakan tidak ada beban pikiran di hidup mereka. Bahagianya, aku sangat terhibur dengan adanya mereka di sekelilingku. Padahal umur mereka yang rata-rata seumuran dengan kami, ada pula yang lebih tua dari kami mahasiswa semester 7.
            Setiap pagi aku semangat sekali berangkat ke sekolah SLB ini. Sampai suatu hari di kelas saat murid yang bernama Budi mengikutiku kemana saja aku pergi. Budi Yulianto anak orang kaya dan terpandang dari Jepara dan terlahir cacat mental, dia pun diasingkan oleh keluarganya di SLB Binajiwa di daerah Tanjungsari yang sangat terpencil. Setiap jam pelajaran selesai dia menangis, dia tidak ingin aku keluar dari ruangan. Apapun yang dia lakukan dia akan selalu ingin di dekatku. Aku tidak merasa aneh sama sekali, justru bahagia jika ada muridku yang dekat denganku.
            Matahari mulai terlihat makin bersembunyi di balik garis katulistiwa membuat bumi Tanjungsari ini sedikit teduh. Awan mulai menjinggakan dirinya dan aku sendiri segera melepaskan penat seharian ini. Merebahkan tubuh di atas tempat tidur tanpa ranjang milik Pak Sosro. Melamun sebentar melepas segala penat dan keringat seharian ini, dan seseorang memanggil namaku membuyarkan lamunanku. Segera aku beranjak dari tempat tidur karena Anik memanggilku karena ada seseorang yang mencariku, ternyata Budi. Aku segera keluar menuju ruang tamu dan tidak melihat Budi di ruangan itu, terlihat meja tua milik Pak Sosro bergerak dan aku tahu itu Budi yang bersembunyi di kolong meja. Entahlah aku tidak mengerti motivasi dia. Aku suruh dia keluar dari kolong meja lalu mengajak dia duduk di kursi tamu diruangan itu.
            Hari-hari selanjutnya kerena tugas kami mengajar murid-murid sekolah SLB Binajiwa membuat rumah kami setiap hari ramai dengan murid-murid yang ingin belajar bersama dirumah, termasuk Budi. Setiap hari dia datang dan seperti biasa dia selalu bersembunyi di kolong meja sampai aku menyuruhnya keluar dari sana, ternyata dia malu. Sampai pada suatu malam minggu aku kedatangan tamu teman laki-laki dari posko KKN sebelah desa saat Budi juga sedang di rumah poskoku. Dia ngambek dan bersembunyi di balik pintu enggan juga keluar sampai teman laki-lakiku pulang.
            Suatu hari Ninik teman sekamarku memberiku selembar surat dengan amplop warna pink entah isinya apa. “Ini dari Budi, katanya untuk kamu” kata Ninik sembari memberikan surat itu. Di dalam amplop itu ada selembar surat dengan surat warna pink dengan animasi bunga-bunga dan tercium seperti ada bau parfum di kertas itu.
                        “Nama: Budi Yulianto
                        Nama Ayah: Yadi Yulianto
                        Nama Ibu: Purwanti Yulianto
Nama Adik: Adi Bakti Yulianto”
Begitulah isi surat itu, aku sungguh tidak mengerti arti dari surat itu. Mungkin hanya iseng karena sudah bisa menulis dan mempraktikan seperti yang di ajarkan di sekolah.
            Pagi ini aku bertemu Budi di sekolah, aku menyapa dan mengajaknya senyum. Tapi entah apa yang ada dalam pikirannya, dia seperti marah padaku. Dengan muka kesal, bibir manyun membuatku tertawa sendiri dalam hati karena aku tidak merasa punya salah apapun padanya. Siangnya ada surat yang sama lagi aku terima, dengan amplop dan isi yang sama persis. Aku belum juga paham maksud Budi mengirim surat ini. aku menganggapnya biasa saja karena memang ada yang kurang pada dirinya. Saat bertemu di sekolah sehari setelah surat itu aku baca, dia bermuka lebih kesal dan ternyata aku tahu dia kesal karena aku tidak membalas surat yang dia kirim. Dan itu berlanjut sampai ada setumpuk surat dari Budi yang isinya sama.
            30 hari sudah kami mengabdi pada desa Tanjungsari dan SLB Binajiwa, tidak terasa sudah saatnya mengucapkan selamat tinggal pada teman-teman luar biasa yang kami ajar di SLB Binajiwa. Teman-teman yang menumbuhkan semangat belajar kami untuk meneruskan perjalanan pendidikan kami lebih tinggi lagi dengan segala kekurangan mereka, mereka bisa punya semangat untuk menuntut ilmu.
            Hari ini adalah hari terakhir mengajar di kelas SLB Binajiwa, berpamitan dengan anak-anak tapi sepertinya mereka tidak berkenan memberi ijin kami pulang. “semangat teman-teman, kalian istimewa dan luar biasa.” Kami pun pulang dengan membawa kenangan dari SLB Binajiwa yang akan selalu ada di hati kami, senyum anak-anak luar biasa yang tidak akan kami lupakan.
            Sore ini setelah membereskan segala pakaian dan barang-barang kami berpamitan dengan Pak sosro, karena kami juga sudah mengadakan perpisahan kecil di kampung tadi malam, kami langsung bersiap untuk perjalanan menuju kota. Tapi muridku Budi yang ikut membantu membereskan barang-barang kami, tidak mengijinkan aku pulang, dia merengek menangis menahanku agar tidak pergi. Dan akhirnya kami pulang setelah Budi di tenangkan oleh Pak Sosro dan Istri setelah aku berjanji akan datang lagi untuk menjenguknya.
            Hari-hari disisa akhir kuliahku berjalan begitu cepat. Aku masih dengan keseharianku di kos dan tugas sekeripsi tentunya yang sudah menantiku untuk selangkah maju menuju baju toga itu. Siang ini aku hanya menganggur dan bosan sekali di kos, tidak ada aktivitas menyenangkan yang bisa aku kerjakan sampai tiba-tiba aku di panggil teman kamar sebelahku. Terdengar ramai diluar sepertinya ada hal yang tidak biasa, ternyata aku kedatangan tamu dari desa Tanjungsari. Aku begitu kaget melihat sosok orang dengan badan besar tinggi, berkumis tipis dan brewok tipis di dahinya. Orang itu berumur sekitar 28th, dia adalah Budi murid SLB Binajiwa. Tidak kaget kalau kos-kosan mendadak heboh karena ada anak SLB yang mencariku.
            Aku sama sekali tidak menyangka Budi bisa sampai ke tempat kos ku yang berjalak jauh dari desa Tanjungsari, aku melihat ditangannya menggenggam kertas bertuliskan “Dari jalan pahlawan Tanjungkarang naik bus Mahardika sampai ke terminal Sukokiwo. Lalu naik BUSKencana bilang sama Pak  Kenek Busmau ke Terminal Giwangan. Lalu turun dan cari Buslagi jurusan Jogja kota baru. Lalu naik BusTuyul sampai ke desa Babarsari RT 4 gang Pandan wangi”. Selembar surat itu dari guru Budi di SLB Binajiwa.
            Aku mengajak Budi jalan-jalan sebentar lalu mampir di warung kopi di Desa tempat aku kos. Banyak juga yang bertanya termasuk Ibu pemilik warung kopi, “adiknya ya mbak?” bingungnya aku mau menjawab apa. Senyum kecil isyarat untuk Ibu pemilik warung kopi, dan semoga Ia paham. Selesai makan aku mengantar Budi ke terminal dan mencarikannya bus yang langsung menuju ke Tanjungsari.
            Sore ini aku mencoba berkelut dengan sekeripsiku, panas dan begitu penat melihat lembar-lembar kertas yang tak kunjung selesai. Tiba-tiba ada Ibu kos yang mengetuk pintu kamarku, aku segera membukakan pintu dan mempersilahkan Beliau masuk. Aku terkejut saat Ibu Kos memberikan kabar tentang kabar Budi yang sekarang sedang Opname di JIH (Jogja International Hospital). Keluarga Budi memintaku untuk datang ke Rumah Sakit atas permintaan Budi karena menurut informasi dari Ibu Kos dia demam tinggi dan mengigo memanggil-manggil namaku. aku segera bergegas mandi dan bersiap ke JIH sore ini juga.
            Sesampai di Rumah Sakit aku langsung menuju ke bagian informasi untuk menanyakan di kamar mana Budi di rawat. Segera aku menuju kamar kelas 1 dan aku mengintip sedikit di balik gorden pintu, aku melihat Budi yang matanya tertutup tapi mulutnya seperti masih berteriak-teriak. Aku beranikan diri untuk masuk menemui Budi dan keluarganya. Aku pegang tangannya dan berkata “Aku di sini Budi, menjenguk kamu. Budi apa kabar?”. Dia membalas memegang tangaku dan membuka matanya, dia terlihat begitu gembira dengan senyum polos selalu dia berikan padaku dulu. Badannya memang panas dan sepertinya keadaaannya buruk.
            Jam kunjung Rumah Sakit sudah habis karena sudah lebih dari jam 8 malam. Aku ingin segera berpamitan dengan Budi dan keluarganya. Tapi Budi mengamuk dan benar-benar tidak mengijinkankku untuk pergi. Dia memegang tanganku erat-erat sambil tetap berteriak-teriak meminta Ibu dan Ayahnya untuk menahanku tetap di sana. Perasaanku campur aduk, dari yang awalnya ragu untuk datang memenuhi permintaan orangtuanya dan sekarang ditambah aku yang tidak di ijinkannya pulang. Ibunya terlihat meneteskan air mata tersirat harapan agar aku tetap di sini menemani sisa hidup Budi. Ada bagian di air mata Ibu Budi yang mengerti perasaanku, tidak mungkin aku mengorbankan hidupku untuk menemani Budi mengorbankan masa depanku yang masih panjang ini. Dan akhirnya dengan terpaksa aku harus meninggalkan Budi yang keadaannya masih buruk dan berharap dia segera sehat kembali. “semoga lekas sembuh ya Budi, aku selalu berdoa untukmu. Kapan-kapan aku akan main ke rumahmu kalau kamu sudah sembuhJ”, meskipun Budi tetap mengamuk dan menangis akan kepergianku malam itu.
            Berbulan-bulan lamanya aku memendam cerita cinta si anak luar biasa itu tanpa ada siapapun yang tahu kecuali Budi dan keluarganya. Sampai suatu hari aku mendengar kabar yang kurang menyenangkan dari teman KKNku dulu. Kabar duka dari Budi Yulianto yang sekarang sudah berpulang dan meninggalkan puing-puing kenangan di hati diumurnya ke-30. Kisah cinta si anak luar biasa yang ternyata endingnya kurang menyenangkan. Dan aku memutuskan untuk menyimpan cerita ini sebagai kenang-kenangan darinya entah kapan kisah ini akan aku kisahkan.
            Rahasia Ilahi yang tidak pernah terfikirkan olehku, yang ternyata anak yang terlahir dengan kekurangannya ternyata bisa merasakan rasanya jatuh cinta seperti manusia pada umumnya. Mungkin hanya sedikit fisik dan mentalnya yang terlahir tidak sempurna tapi hati dan perasaannya terlahir sempurna seperti layaknya manusia yang terlahir normal fisik maupun psikis. Semoga di Surga kelak kita akan bertemu lagi, Budi.
TAMAT


Desy Afrida Hardiyati, 11 April 2015
Cerpen ini dibuat atas inspirasi dari guru tercinta Ibu Samilah, teruntuk beliau dan Budi yang akan selalu menjadi bagian dari cerita hidup Ibu :)

Kekasih Pulau Sebrang

Diposting oleh Unknown di 20.26 0 komentar
Ditulis Tanggal 15 September 2014


Aku adalah seorang pelajar di salah satu sekolah menengah kejuruan di Yogyakarta. Dan tahun ini aku akan menempuh Ujian Nasional untuk mengakhiri masa putih abu-abuku. Dan ditahun ini pula Joo, akan melaksanakan wisuda S1nya di salah satu perguruan tinggi swasta di Yogyakarta dan akan meninggalkanku di kota istimewa ini sendirian untuk kembali ke tanah kelahirannya. Joo adalah seorang mahasiswa semester akhir yang bukan berasal dari kota istimewaku ini. Dia senior yang aku kenal di sekolah dulu, sudah satu tahun ini kami menjalin hubungan. Kami berkenalan saat ada acara di salah satu sekolah yang melibatkan siswa-siswi SMA dan mahasiswa bertemu dalam satu event.
Entah bagaimana kita bisa berkenalan hingga akhirnya dekat dan menjalin hubungan. Aku ingat saat dia mengajakku jalan untuk pertama kalinya, dan saat dia menyatakan cinta di tepi pantai sore itu. Aku selalu merindukan saat-saat bersamanya dulu.
Ujian Nasional pun berakhir dan di bulan ini lah Joo melangsungkan wisudanya. Betapa berat hati ini melepas kepergian kekasih hati. Dan aku pun tak tahu kapan kita bisa bertemu kembali. “Hati-hati sayang! Aku akan selalu merindukanmu,” kataku sambil memeluknya di ruang tunggu tempat pengantaran terakhir di bandara siang itu. Tak peduli berapa pasang mata yang memandang kami. “Jaga diri kamu baik-baik, aku pasti kembali”, katanya sembali mengusap air mata yang berlinang di pipiku.
Joo mengecup keningku seolah tak ada seorang pun di tempat itu. Suara mbak-mbak wanita yang mengisyaratkan pesawat yang ditumpanginya akan segera lepas landas menambah kegelisahan hatiku. Aku mencoba melepaskan genggaman tanganku dari jari-jarinya yang sedari tadi enggan aku lepaskan. Anak kecil yang duduk tidak jauh dari dariku entah sengaja atau tidak memutar lagu di Hpnya, “bersabarlah sayang, aku akan pulang. Jangan dengarkan gosip belaka tentang aku. Bersabarlah sayang aku akan pulang.....”
Perpisahan memang tidak ada yang mudah sekalipun itu menjanjikan kebahagiaan. Aku seakan tidak siap untuk menjalani hari sendiri tanpanya. Yang biasanya kita selalu makan di warung nasi rames itu berdua, dan setiap aku tidak bisa menghabiskan nasinya. Aku akan menyuruhmu untuk menghabiskannya sampai ke tulang-tulangnya, kini aku hanya bisa makan sendiri dan ku buang sisa nasi yang tidak habis itu. Tidak ada lagi yang aku jambak rambutnya saat aku kesal karena rambut itu tidak juga di potong, bahkan sudah seperti sarang burung. Tidak ada lagi yang mengambil foto pose alay dan aku ajak selfie saat jalan-jalan di pantai, gunung, sawah, taman, bahkan Malioboro yang dulu rajin kita kunjungi. Tidak lagi ada suara yang khas yang katanya mirip Judika itu sepanjang jalan aku mengendarai motor. Karena biasanya aku harus mendengarkan puluhan lagu yang kamu nyanyikan sepanjang jalan bak mendengarkan radio tanpa berhenti bernyanyi. Tapi semua itulah yang aku selalu rindukan.
Bulan pertama terasa begitu asing ketika aku dan dia yang dulunya selalu bersama kini nyaris tidak pernah bertemu selain di dalam mimpi dan khayalan. Rasa rindu yang kian menyiksa setiap detiknya terus dan terus saja tak henti-henti menyerang lubuk hati ini. Bertukar cerita saat larut datang adalah cara kita untuk melepas sejenak rasa rindu yang bergejolak ini. Sering kali tiba-tiba telepon mati setelah berjam-jam menelpon lalu ada SMS masuk, “sayang pulsa habis kesel banget sumpah!” Dan akulah yang selanjutnya akan menelponnya sampai pulsaku pun ikut habis sebelum kami puas.
Andai ada makelar rindu yang bisa membeli rasa rindu, mungkin kekayaanku melebihi kekayaan Bapak Aburizal Bakri yang jadi orang terkaya masa kini di Indonesia. Setiap malam aku selalu menyempatkan diri untuk melihat foto-foto kita dulu saat bersama di laptopku. Oh, menatap fotonya seperti hanya meneguk setetes air di gurun pasir. Mungkin jika operator bisa menyadap SMS kami, mungkin dia akan bosan mendengar berkali-kali bahkan berjuta kali kami berkata rindu.
Setiap hari kami selalu menyempatkan diri untuk mengobrol di telepon, dia sering menyanyikan lagu bersama gitarnya yang dulu sering kita pakai untuk bernyanyi berdua.
“Semua kata rindumu semakin membuatku tak berdaya, menahan rasa ingin jumpa. Percayalah padaku aku pun rindu kamu, ku akan pulang melepas semua kerinduan yang terpendam.”
Lirik lagu yang selalu menempel di hatiku, lagu yang sering dia nyanyikan lewat telepon.
          Memasuki tahun kedua perpisahan kita aku sudah mulai terbiasa melewati kesendirian ini. Rasa cemburu sering kali terbesit di pikiranku, wajar saja kerena aku benar-benar tidak bisa melihat apa pun yang dia lakukan di sana. Kadang aku sering kesal saat dia tidak menghubungiku seharian sampai larut. Tapi aku harus bisa mengerti kapan aku harus memberi dia perhatian, dan mengerti saat dia tidak ingin diganggu. Kerena di sana sudah memasuki dunia kerja, cerita terakhirnya lewat telepon kemarin dia sudah mulai mengajar di salah satu sekolah swasta di kotanya. Dan aku sendiri sudah mulai sibuk dengan tugas-tugas kuliahku. Di sinilah kita harus bisa saling mengerti.
          Memasuki kesibukannya yang sekarang sudah menjadi mengajar tetap, membuat Joo sibuk dengan dunia barunya. SMS berisi “sudah makan? Lagi apa sayang?” sudah mulai jarang aku terima. Malam ini aku mencoba menghubunginya dan bertanya, “sibuk banget ya Pak Guru?” Beberapa saat kemudian ada SMS masuk dari Joo, “maaf banget bukan maksud gak hubungin kamu.....” Mengerti dan mengerti yang hanya bisa aku lakukan saat ini. Meskipun dalam hati aku rapuh dan butuh pundak untuk bersandar, layaknya perempuan yang juga butuh diperhatikan. Aku hanya meminta waktu larutnya sebentar saja, biar aku terima pagi, siang, sorenya dia habiskan untuk kesibukannya. Tapi tolong untuk larut saja sisakan untukku. Untuk sekadar melepas rindu lewat telepon saja.
          Siksaan LDR ini tidak terasa 2 tahun sudah kita lewati bersama, banyak yang bisa aku ambil dari pohon LDR ini. Sebongkah kepercayaan saja modal kita satu sama lain. Kesabaran dan penantian sudah akrab di telinga kami. Di masa kuliahku yang hampir memasuki semester 5 tidak sedikit godaan yang menggoyahkan kesetiaan ini. Tapi tak sedikit pun terbesit pikiran akan berpalilng dari Joo. Meskipun terkadang terlintas keraguan tapi aku selalu mencoba percaya karena hanya itu saja modal yang kami punya. “pacar kamu mana? Cie cie jomblo ya? Udah deh cari aja yang baru,” “kamu gak takut di sana ditinggal cari sampingan?” kata-kata seperti ini sering kali terdengar dari mulut teman-temanku. Terlalu panas telinga ini karena terlalu sering mendengarnya, tapi selalu aku coba membesarkan hati dan menjawab singkat, “aku yang mengenal dia bukan kalian. Soal sampingan itu tergantung orangnya.”
          Hubungan ini mengajarkanku bagaimana menghargai satu sama lain, belajar bersabar dan melawan seribu rasa kesepian. Aku menjadi tahu seberapa berharga seseorang saat dia tidak bersama kita lagi. Besarnya cintaku pada Joo tidak akan aku menukarnya hanya karena rasa kesepian ini. Karena keyakinanku hanya satu, hanya menunggu waktu. Dan kebahagiaan ini akan terpuaskan.
          “sayang kamu libur kapan?” tanyaku lewat telepon disuatu malam yang cukup sepi. “Bulan depan setelah tahun ajaran ini selesai, insyaallah libur satu bulan. Aku ambil cuti.” Jawabnya datar terlihat lelah atas sehariannya yang sibuk. “Aku pasti jenguk kamu, kamu yang sabar,” kata-kata yang paling sering sekali aku dengar dari telepon genggamku ini. Rasa rindu yang menusuk ini sering kali membuat embun di kedua pelupuk mataku. Aku hanya bisa berdoa agar segera Tuhan Allah cepat pertemukan kami.
          Minggu pagi yang cerah, dengan awan yang biru merekah dan burung-burung yang bernyanyi dengan kicaunya, menambah semangatku hari ini. Hari ini free tanpa jadwal apapun, hanya berbaring di tempat tidur saja sedari pagi. Tiba-tiba HP pun berbunyi, 1 pesan di terima dari Joo, “Aku sampai Jogja jam 1, kamu bisa jemput sayang? Aku tunggu di bandara. I Love U,” satu kalimat yang membuat ku sedikit shock dan tidak bisa berkata apa-apa. Sudah 2 tahun ini kami benar-benar tidak bertemu, dan tiba saatnya kita akan bertemu lagi. Begitulah rasanya, tidak mampu lagi di gambarkan. Rasa rindu yang meletup-letup ini seperti layaknya seekor anak ayam yang tersasar kemudian bertemu ibunya. Ingin segera memeluk erat ibunya. Tidak pikir panjang aku langsung membalas pesan itu, “I love U too.”
          Segera aku bergegas lari dan bersiap-siap untuk segera pergi ke bandara. Jam menunjukkan pukul 11, aku tidak sabar lagi menunggu jam 1 tiba. Mungkin rasa bahagia ini jika dilukiskan di kain kanvas akan menghabiskan ber-meter-meter kain kanvas. Ingin segera aku berjumpa dengan pencuri hati itu, sudah tergambar dalam pikiranku bagaimana keadaannya sekarang. Apa dia sekarang mendadak putih mirip Justin Bieber? Apa dia sekarang hitam seperti Bapak Obama? Uh aku tidak sabar lagi untuk pertemuan ini.
          Dengan baju warna putih bercorak bunga-bunga manis dan hijab dominan merah serta sepatu yang tidak kalah ceria aku segera bergegas menuju bandara. Sesampai di bandara pukul 13.00 WIB aku menuju ke tempat ruang tunggu yang dulu adalah tempat perpisahan kita serta menjadi pertemuan terakhir kita. Suasana ramai oleh pengunjung yang mungkin menjemput atau sedang menunggu pesawatnya tiba. Mungkin juga ada yang bernasip sama denganku, menanti kekasih hatinya turun dari burung besar yang membawanya meninggalkanku itu.
          Waktu menunjukkan pukul 13.20 WIB aku sudah tidak sabar lagi menanti Joo datang, tapi entah kenapa tak kunjung terlihat batang hidungnya. Aku coba kirim sepatah kata lewat SMS, “sayang aku udah di ruang tunggu. Kamu udah sampai?” Joo membalas pesanku tanpa menunggu lama, “Pesawatku dellay jam 3 sore baru sampai sayang, gimana?” “Yasudah aku tunggu. Take care honey.” Ouggh harapanku ingin segera bertemu kekasih hati harus tertunda, dan aku harus menunggu lebih lama.
          Hati semakin gelisah dan rindu ini semakin berkecamuk, terbesit pikiran sambi menunggu jam 3 aku mencoba menunggu di kantin bandara. Sekedar melepas kejenuhan, karena memang menunggu itu membosankan. Aku memesan minuman dan semangkok bakso kepada wanita setengah baya yang berpakaian rapi warna putih celana hitam itu. Wanita itu mendatangiku beberapa saat setelah aku duduk di kursi kantin.
          Beberapa saat kemudian wanita paruh baya yang ku tahu dia adalah pelayan di kantin itu datang membawa baki berisi minuman dan bakso yang aku pesan, “silahkan non baksonya. Ada lagi?” Tiba-tiba suara yang tidak asing bagiku menjawab dari arah tidak jauh dariku, “tambah bakso satu ya buk, sama es teh.” Tidak fikir panjang lagi aku tengok ke arah suara itu. Dan benar saja, rasa tidak percaya itu adalah Joo. Batang hitung yang sedari tadi aku tunggu-tunggu kini akhirnya datang juga. Dia bohong kalau pesawatnya sampai Jogja jam 3. Uhh! Dia tetap saja terlihat manis dengan rambut ikalnya dan senyumnya yang khas.
          Rasa haru, sedih, bahagia, kaget bercampur aduk dalam benak hati. Aku langsung berdiri dan memeluknya tanpa menghiraukan berapa pasang mata yang menatap ke arah kami. Wanita pelayan kantin yang sedari tadi melihat kami hanya tersenyum lalu berlalu masuk ke dalam dapurnya untuk membuatkan pesanan Joo atau mungkin pelanggan lain. Tubuh ini enggan melepaskan pelukan ini, hanya ini yang jiwaku inginkan saat ini. Pelukan hangat yang hampir tidak pernah lagi aku rasakan.  Tidak bisa digambarkan lagi bagaimana rasa senang dalam hati ini, setelah 2 tahun kita berpisah dan akhirnya Tuhan Allah mempertemukan kita lagi.
          Joo akhirnya mencoba menyuruhku untuk melepaskan pelukan kita. Dan kami pun duduk di kantin bandara menunggu  makanan Joo yang tadi dipesan. Betapa bahagia hati ini Tuhan, trimakasih.
          Sebulan ini kita lewati hari-hari bersama, kita kembali menyusuri tempat-tempat yang dulu kita pernah kunjungi. Sekadar flashback kenangan-kenangan kita dulu, dan seakan semua seperti saat dulu kita menghabiskan waktu di kota istimewa ini. Rasa rindu ini puas terbayar sudah tanpa sedikitpun yang tersisa. Pertemuan ini hanya seperti mimpi dan angan-anganku saja.
          Sampai akhirnya tiba saatnya Joo harus kembali ke tanah kelahirannya untuk melanjutkan kewajibannya di sana. Lagi dan lagi aku harus merasakan perpisahan yang menyebalkan ini. Andai boleh aku ingin ikut bersamanya atau dia yang aku tahan untuk tidak pergi lagi. Dengan wajah cemberut dan kesal karena tidak ingin ada perpisahan aku mengantarkannya lagi ke bandara, satu-satunya tempat kenangan dan penuh harap. Aku tidak rela dia meninggalkan ku lagi di kota ini sendiri. “Aku gak mau kamu pergi lagi,” kataku tanpa melepaskan genggaman tangannya. Dengan senyum dan penuh harap dia menjawab, “tenang sayang, aku hanya pergi sebentar. Tahun depan setelah kamu wisuda aku akan datang lagi ke rumahmu membawa kedua orang tuaku dan tidak lupa membawa cincin untuk melamarmu. Makanya kamu kuliah yang rajin biar cepat lulus. Semakin lama kamu lulus semakin lama pula pertemuan kita nanti.” Air mata ini tak kuasa lagi ku bendung, dan mengalir membasahi pipi yang sedari tadi memerah. Aku hanya mengangguk ternyenyum dan meyakinkan diri, dan pelukan terkahir ini mengantarkannya untuk pulang. Satu harapan dia berikan sore itu ku bawa pulang dan ku simpan baik-baik sampai kelak Tuhan Allah mempertemukan kita lagi. Tidak hanya sekadar pertemuan singkat, tapi pertemuan yang mengantarkan kami ke pintu kebahagiaan. Terimakasih Tuhan Engkau beri kami kesempatan untuk bertemu. Terimakasih 
             Namun ceritaku tidak berakhir manis, Jarak adalah yang selalu dipersalahkan ketika pasangan LDR berpisah. Alih-alih ketidakmampuan mereka menjaga komitmen. Akhirnya kami dipisahkan oleh banyak hal, bukan aku tidak mau berjuang lagi. Hanya aku tak mampu bertahan terlalu lama pada keadaan seperti ini.

Cerita ini kebanyakan hanya fiktif belaka, hanya segelintir pasangan LDR yang berhasil, LDR adalah dimana rumah kamu dan dia tidak mampu ditempuh beberapa jarak. Bukan pasangan yang tinggalnya berjauhan dikarenakan si dia bekerja atau hal lain karena keadaan ini cepat atau lambat dia akan pulang kerumah. Namun tidak ada yang tidak mungkin jika sama-sama ada usaha, pengorbanan banyak dibutuhkan untuk pasangan LDR sesungguhnya seperti ini. Maaf jika ada kesamaan tokoh, cerita, watak penulis mohon maaf.

Blog ini sudah mati.  Entah kapan Ia dapat bangun kembali.  :) 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS


Dear my future husband...

Di suatu malam,
yang tenang namun terasa gaduh,
sepi namun terasa mencekik,
dingin namun terasa membakar,
senyap namun terasa menusuk,
aku sunguh tak bisa tidur....
Ah sudahlah.....sajak ini terlalu membosankan, karena sesungguhnya saat itu aku sedang malam yg pecah. Seperti hati ini yang kala itu pecah berkeping-keping.
Aku tenggelam dalam genangan air yang aku buat sendiri, terlalu dalam aku membuatnya membuatku tenggelam terlalu dalam.
Pernahkah kamu merasa menjadi orang paling bodoh di atas tanah ini?
Seseorang yang datang dan tak pernah pergi sampai sekaran berkata, “Saat berdoa jangan meminta kemudahan hidup, tapi mintalah agar tetap dikuatkan saat semua terasa tak mudah. Hidup gak melulu soal cinta.”
Aku terlalu jauh berjalan, mencari sesuatu yang aku pun tak tahu apa sebenarnya yang aku cari. Dan tanpa sadar yang aku cari selama ini ada di sampingku, tanpa pernah sedikit pun pergi atau sekedar berfikir untuk meningalkanku seorang diri.
Dear My Future Husband.....
Maaf kan jika waktu yang berlalu masih saja menghantuiku,
Maafkan aku membuatmu terlalu lama menunggu,
Maafkan jika aku tak pernah menyadiri hadirmu sejak dulu,
Maafkan aku yang terlalu melulu bicara waktu yang tak pernah kembali lagi,
Percayalah jika sekarang aku tak akan membuatmu menunggu lagi,
Percayalah jika aku ingin memulai lagi dengan mu,
Percayalah jika aku sunggu berusaha menjadi yang terbaik untukmu,
Percayalah jika aku menyesal tak mau mendengarmu sejak dulu,
Percayalah aku akan selalu ada untukmu,
Tak usah terburu-buru untukmu percaya,
Karena aku akan selalu membuktikannya
Tanpa henti berusaha, agar kelak kau percaya.
Aku sudah jera bermain api cinta. Tak ada lagi yang ingin aku cari, karena denganmu aku merasa sempurna. Karena lingkaran kesempurnaan tidak akan pernah putus jika kau tak memutuskannya. Dan aku memilihmu dan akan ku jadikan kau sempurna. Bersamaku kita akan membangun rumah cinta impian, melewati setiap krikil yang menghalangi, bertahan kala hujan datang agar tak tumbang. Ku percaya, bersamamu aku bisa melewati semuanya.
Dear My Future Husband........
Aku tidak akan membiarkan kesempatan berlalu begitu saja,
Percayalah, aku tak pernah bermain jika itu tak pantas dipermainkan,
Pelan tapi pasti kau akan percaya dan tidak akan membiarkanku berdiri kedinginan sendiri, tak akan membiarkanku berjalan sendiri. Kita akan berjalan beriringan sampai saatnya kita beriringan di pelaminan, seperti yang kau inginkan.
Percayalah aku selalu berdoa seperti yang kamu inginkan, berjuang sampai saat itu tiba karena Tuhan tidak akan membiarkan kita terpisah.
Kamu seperti malam nan indah, aku tak ingin mentari segera terbit karena malam terlalu indah untuk ku biarkan pergi..........

Bukan kata-kata romantis, atau sekedar bualan.
Ditulis dengan hati dan juga jari manis semanis senyumanmu.
Teruntuk seseorang yang sering ku sebut EEK dalam hidupku karena Dia terlalu menyebalkan untuk disebut pacar. My 2020!!!!!!
Dari DETIK MILAND, Desy Cantik Mirip Chelsea Island *kata si eek

Yogyakarta, 11 Oktober 2015 (21:23)
-Desy Afrida Hardiyati-

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

BANTAL FOTO JOGJA


Bismillah.....
Haiii bundaaa sistaa, kakak Selamat Siang 😂 numpang buka lapak yaa 😆

Boneka Bantal Foto lucu cocok buat kado ulang tahun, anniversary, kado wedding, sekadar gift dll. Bisa Reques Bentuk, ukuran, warna, bahan kain, boleh desain sendiri, boleh juga bawa boneka sendiri dari rumah trus di kasih foto disini, Harga murmer tergantung ukuran mulai 40rb-300rb. Pesan minimal 2hari sebelum ambil yaa . Buat reseller buka PO biar dapet harga khusus min order 5 buah ya😁 info lebih lanjut WA: 087739254716. PIN BB:  5F03DB81 .. JOGJA/JNE/POS/BRI/CIMB.

 Bantal Persegi ready dari ukuran 30x30 sampai 100x100
Harga : 30x30 Rp. 50.000
40x40 Rp. 60.000
50x50 Rp. 80.000
60x60 Rp. 110.000
70x70 Rp. 135.000
80x80 Rp. 180.000
90x90 Rp. 225.000
100x100 Rp. 250.000





Bantal Persegi panjang ready dari ukuran 40x60 sampai 40x100cm 
                                                                                 50x60cm
                                                                                  60x70
                                                                                  70x80
                                                                                  80x90
                                                                                 90x100
Harga Bantal Persegi Panjang
20x30 Rp. 35.000 
40x150 Rp. 185.000
50x90 Rp. 125.000
50x70 Rp. 100.000
40x30 Rp. 55.000                    
40x50 Rp. 70.000
40x60 Rp. 80.000
40x70 Rp. 90.000
40x80 Rp. 100.000
40x90 Rp. 110.000
40x100 Rp. 120.000
50x60 Rp. 90.000
60x70 Rp. 110.000
70x80 Rp. 170.000
80x90 Rp. 195.000
90x100 Rp. 240.000


Bantal BUNGA ready dari ukuran diameter 40cm sampai 100cm
 Harga Bantal Bunga
25x25cm Rp. 40.000
40cm Rp.60.000
50cm Rp.85.000
60cm Rp. 100.000
70cm Rp.145.000
80cm Rp. 190.000
90cm Rp. 225.000
100cm Rp. 265.000



Bantal Bola ready dari ukuran diameter 40cm sampai 100cm
Harga Bantal Bola
40cm Rp.65.000
50cm Rp.80.000
60cm Rp. 105.000
70cm Rp.135.000
80cm Rp. 190.000
90cm Rp. 230.000
100cm Rp. 265.000


Guling Foto ready dari ukuran Panjang 65,70,80,90,100cm
Harga Guling
20x30 Rp. 40.000
 65cm Rp. 75.000
70cm Rp. 85.000
80cm Rp. 100.000
90cm Rp.115.00
100cm Rp. 125.000


Bantal LOVE ready dari ukuran diameter 40cm sampai 100cm
Harga Bantal LOVE
40x30cm Rp.65.000
40x50cm Rp.80.000
50x60cm Rp. 100.000
60x70cm Rp.125.000
70x80cm Rp. 185.000
80x90cm Rp. 225.000
90x100cm Rp. 250.000



Bantal BAJU ready 40X45cm Harga Rp. 65.000


Ada juga Bantal karakter yg bisa disisipin foto bunda, hehe cek this out................
  

 Bantal Karakter Bintang ready dari ukuran 40 Harga 51.000














Bantal Karakter  ready dari ukuran 40x60:
Harga Bntal Karakter
 Bantak Pinguin Rp. 70.000
Bantal Thomas (kereta) 50x60cm Rp. 110.000
Bantal Beruang 40x60cm Rp. 75.000
Bantal minion 40x60cm Rp. 75.000
Bantal Hellokitty 40x60cm Rp. 75.000
Bantal monyet 40x60cm Rp. 75.000
Bantal Masha 40x60cm Rp. 75.000
Bantal Pororo 40x60cm Rp. 75.000
Kepala AngryBird Rp. 75.000
Bantal Keroppi Rp. 75.000
Bantal Panda Rp. 75.000
Boneka Beruang 30x40 Rp. 75.000
Boneka Beruang 50x70 Rp. 100.000
Masha tinggi 1m Rp. 240.000
Boneka Doraemon Rp. 75.000




selain itu bunda juga bisa bawa boneka darirumah trus di ganti deh mau gimana sama foto bunda...
Jadinya gini nih, lucuu kaaann.... Harganya tergantung area cetak foto, maximal A3, ongkosnya 25rb-40rb termasuk ongkos jahit.


































 --------------------------------------------------------------------------------

Satu set Bantal cocok buat kado dedek bayi bundaaa
Harga satu Set Rp. 170.000 (1 bantal, 2guling)

 Nah itu contoh sampel-sampel bantalnya bunda, bunda bisa reques juga bentuk dan ukuran serta bahan kainnya. Bisa pakai kain Rasfur(bulu panjang) dan kain Velboa(bulu pendek).


Produksinya cepet banget kak. Pagi hari pesan, besok pagi udah bisa jadi loohh, cpt bgt kaan...
Minat? Mau tanya2? Langsung WhatsApp : 087739254716 . PIN : 5F03DB81

CARA ORDER?
-Pilih bentuk dan ukuran bantal
-pilih warna(foto diatas)
-kirim foto (via whatsapp, BBM)
-kirim bukti transfer

Paginya kita kirim deh kak
Tidak melayani COD diluar Bantul ya kak. Okay
Kakak juga bisa bawa boneka sendiri trus di kasih foto kakak, cantik kaaan....
Don't Forget!!!
FAST RESPON WHATSAPP: 087739254716 . JOGJA/JNE/POS/BRI/CIMB/MANDIRI


email: desyafrida96@yahoo.com
WA : 087739254716
Bbm: 5F03DB81
LINE: dsafrida

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Cinta si Anak Luar Biasa



Matahari kembali datang menyapa. Aku terbangun saat ku rasa ada bunyi nada monoton yang berbunyi tak jauh dari telingaku. “kringgg kringgg kringgg kringgg” suara alarm jam meja tua hadiah pemberian ayahku saat ulang tahunku yang ke-17. Menandakan jam sudah menunjukkan pukul 5.15 WIB. Aku coba membuka kedua pelupuk mata ini sembari tanganku mencoba meraih jam meja yang aku letakkan di atas meja, bersebelahan dengan kalender duduk, dan lampu hias kecil warna merah. “Bruuggghhhhhh...” “aduhhhhh” badanku malah terjatuh dari ranjang kayu dan terjuntai di atas lantai tanpa alas apapun.
Aku adalah mahasiswa rantauan asal Kulon Progo, DIY bagian barat yang kuliah di suatu perguruan tinggi ternama di Indonesia yang terletak di Yogyakarta. Mahasiswa Supersemar semester akhir dengan nilai-nilai dan prestasi akademik yang cukup memuaskan membuatku banyak dikenal teman-teman kampusku. Karena aku selalu mencoba menjalankan amanah dari ibu saat aku masuk kuliah pertama kali dulu, “kuliah yang benar, pesan ibu satu. Belajar menundukkan kepala, bertanya kepada siapa saja yang bisa kamu anggap guru. Dan selalu memakai ilmu padi yang semakin berisi semakin menunduk.”
Ku buka gorden warna merah jambu yang semampai di balik jendela tua, dan ku buka pula jendela tua itu sampai angin dan cahaya pagi masuk ke dalam kamar kosku di lantai 2 ini. Pagi ini begitu cerah, terdengar suara ayam jago yang sepertinya sedang latihan berkokok atau sedang memikat ayam betina milik tetangga kos ku itu.
Segera aku menuju ke kamar mandi karena rasa ingin segera mengguyur muka dengan air wudhu. Ternyata harapanku tak berjalan begitu mulus, terlihat terlalu banyak antrian orang-orang yang ingin mengguyur muka mereka juga. Beginilah derita anak rantauan yang setiap pagi harus mengantri lumayan lama, beberapa menit yang seharusnya bisa digunakan untuk hal yang lain tapi harus digunakan untuk mengantri mandi. Malas rasanya saat pelupuk  mata belum bisa terbuka harus berdiri antri seperti ini. Aku pergi menuju kran air yang sudah mulai karatan di samping kamar mandi, sholat dulu biar nanti mandi setelah sholat pikirku. Segar sekali rasanya terguyur air wudhu ini, Subhanallah.
Jilbab besar yang disebut mukena warna putih bercorak bunga dan bordir pink meski warna pinknya sudah banyak yang mulai luntur karena sering dicuci sudah ku pakai rapi. Mukena ini pemberian ibuku saat pertama masuk kuliah dengan pesan supaya aku tidak pernah melalaikan sholatku agar kuliahku berjalan lancar dan dimudahkan dalam segala hal. Selesai dua rokaat pagi ini tak lupa aku panjatkan doa untuk ibu dan ayahku di rumah agar mereka sehat selalu.
 “Allahumafirlanaa dzunubanaa waliwalidainawarkhamhumaa kamarobbayaanaashoghira Ya Allah ampinilah dosaku dan dosa kedua orang tuaku, dan kasihanilah mereka seperti mereka mengasihiku sewaktu aku kecil. Amin ya Rabbal’alamin”
Usai berdoa dan berdzikir aku melipat mukena putih yang sudah mulai lusuh ini dan meletakkannya di lemari kecil bersama baju-bajuku. Aku bergegas mengambil handuk dan segera kembali ke kamar mandi dimana tempat orang-orang berantri panjang tadi. Sampai di tempat terlihat tinggal sedikit orang, tinggal tetangga sekaligus teman sebelah kamarku. Kami sama-sama pejuang yang merantau jauh dari orang tua hanya ingin membuat orang tua kita menangis bahagia, bangga melihat kita kelak memakai baju toga lengkap dengan topi toga itu. Dan aku akan menyeka embun di kedua pelupuk mata ibuku nanti.
Jam menunjukkan pukul 8.00 WIB, setelah berdandan rapi dengan hem coklat dan rok hitam serta jilbab krem bermotif bunga-bunga aku bergegas pergi ke kampus. Sambil menunggu ada ‘bus tuyul’ yang lewat aku mengamati sekitar daerahku tinggal. Terlihat sudah sepi, hanya tinggal ibu-ibu yang menyapu dan berberes latar mereka. Tak lama kemudian, ‘bus tuyul’ yang ku nanti-nantikan akhirnya datang. “Jl. Colombo, Karangmalang, Pak!”
Kelas dimulai pukul 9 dan hari ini adalah pembagian tempat pembekalan KKN. Hari-hari kuliah terasa cepat sampai tidak terasa aku akan memasuki semester 8. Semester terakhir dan tahun wisudaku. Dosen membagikan tempat-tempat dimana kami akan mendapatkan pembekalan beserta kelompok KKN-nya dan kelas pun berakhir. Pagi itu aku mendapat tempat pembekalan di Jl. Tamansiswa di suatu gedung lembaga.
Aku sedikit mengeluh setelah acara pembekalan KKN selesai, karena mendapat tempat KKN yang cukup jauh dari kos, dan tempatnya lumayan terpencil jauh dari keramaian. “Jalani saja, mungkin akan menyenangkan hidup di desa. Kamu akan dapat banyak pengalaman baru nduk.” Kata ibu saat aku mengeluh padanya lewat telepon wartel samping kos.
Hari ini adalah hari pertama keberangkatanku KKN. Dan tidak akan pulang sebelum 1 bulan atau setelah tugas KKN ini berakhir. Semalam sudah aku persiapkan semua kebutuhan dan peralatan yang diperlukan sebulan di sana. Berat sekali isi koperku ini, bagai mau pergi merantau lagi di daerah yang lebih jauh. Setelah berkumpul dengan teman-teman satu kelompok KKN kami berangkat dengan berboncengan motor. Barang-barang kami angkut dengan mobil pick-up karena terasa sangat banyak barang bawaan kami.
Tibalah kami di sebuah desa yang sangat jauh dari keramaian, Desa Tanjungsari. Desa yang begitu hijau dengan pohon jati dan pohon pisang dimana-mana. Rindang sekali desa ini, dan tidak terlihat ada gedung pencakar langit sepanjang mata memandang. Udara begitu segar, jauh dari udara di kota. Pemukiman penduduk juga masih jarang-jarang, jarak antar rumah bisa sampai 100m lebih, begitu asri Tanjungsari ini.
Sampai di rumah kepala desa, kami disambut oleh Bapak kepala desa yang kami kenal bernama Pak Sosro dan Ibu kepala desa Ibu Tina. Kami dipersilakan masuk ke dalam ruang tamu Pak Sosro, di dalam Pak Sosro memberikan sekilas info tentang Desa Tanjungsari ini. Dan tempat-tempat yang mungkin penting bagi kami, seperti warung, puskesmas dan sekolahan. Setelah selesai berbincang dengan Pak Sosro dan minuman sudah tinggal beberapa tetes Pak Sosro mengajak kami ke rumah kosong yang akan kita tempati selama sebulan ini.
Tidak jauh dari rumah Pak Sosro, rumah kecil dengan teras kecil bercat putih yang sudah mulai mengelupas. Aku bersama Ninik, Anik, Sri, Ning dan teman laki-laki Didik, Yono, Tegar membawa masuk semua perlengkapan yang kami bawa dari mobil pick-up. Satu kamar untuk aku, ninik, dan anik. Satu kamar untuk Sri dan Ning. Dan satu kamar untuk laki-laki. Tidak begitu kecil rumah ini, sekiranya sudah cukup untuk 8 orang.
            Jam menunjukkan pukul 7 malam, setelah sholat berjamaah di masjid bersama kawan lain, kami berkumpul di ruang tamu untuk diskusi masalah proker selama KKN. Setiap pagi selama KKN kami akan mengajar di suatu sekolah yang istimewa. Setingkat dengan SLTA, tapi sekolah ini lebih luar biasa karena kami akan mengajar di Sekolah Luar Biasa tingkat SMA di SLB Binajiwa. Kesan awal, aku sama sekali tidak yakin bisa mengajar di sekolah itu karena aku sama sekali tidak punya pengalaman mengajar anak-anak istimewa titipan Illahi ini.
            Kami beranjak tidur dan pergi ke kamar masing-masing setelah pembahasan proker selesai, berharap segera ingin matahari kembali menyapa.
            Pagi ini adalah hari pertama kami datang di SLB Binajiwa, selesai pembagian tugas dan tanggung jawab kelas yang harus diajar oleh Ibu Kepala bagian personalia, kami segera masuk ke kelas masing-masing. Aku bersama Ninik masuk ke kelas 11A yang berisi 20 anak. Ada 13 anak laki-laki dan sisanya perempuan. Wajah polos mereka dengan segala kekurangan yang mereka miliki membuat hatiku bergetar, bangga rasanya aku berdiri di depan mereka. Aku memperkenalkan diri di depan kelas dan mendapat sambutan dari mereka, senyum lepas mereka begitu semangat menjawab salamku, menjawab pertanyaan-pertanyaan yang aku tanyakan pada mereka. Mereka begitu polos, tertawa lepas seakan tidak ada beban pikiran di hidup mereka. Bahagianya, aku sangat terhibur dengan adanya mereka di sekelilingku. Padahal umur mereka yang rata-rata seumuran dengan kami, ada pula yang lebih tua dari kami mahasiswa semester 7.
            Setiap pagi aku semangat sekali berangkat ke sekolah SLB ini. Sampai suatu hari di kelas saat murid yang bernama Budi mengikutiku kemana saja aku pergi. Budi Yulianto anak orang kaya dan terpandang dari Jepara dan terlahir cacat mental, dia pun diasingkan oleh keluarganya di SLB Binajiwa di daerah Tanjungsari yang sangat terpencil. Setiap jam pelajaran selesai dia menangis, dia tidak ingin aku keluar dari ruangan. Apapun yang dia lakukan dia akan selalu ingin di dekatku. Aku tidak merasa aneh sama sekali, justru bahagia jika ada muridku yang dekat denganku.
            Matahari mulai terlihat makin bersembunyi di balik garis katulistiwa membuat bumi Tanjungsari ini sedikit teduh. Awan mulai menjinggakan dirinya dan aku sendiri segera melepaskan penat seharian ini. Merebahkan tubuh di atas tempat tidur tanpa ranjang milik Pak Sosro. Melamun sebentar melepas segala penat dan keringat seharian ini, dan seseorang memanggil namaku membuyarkan lamunanku. Segera aku beranjak dari tempat tidur karena Anik memanggilku karena ada seseorang yang mencariku, ternyata Budi. Aku segera keluar menuju ruang tamu dan tidak melihat Budi di ruangan itu, terlihat meja tua milik Pak Sosro bergerak dan aku tahu itu Budi yang bersembunyi di kolong meja. Entahlah aku tidak mengerti motivasi dia. Aku suruh dia keluar dari kolong meja lalu mengajak dia duduk di kursi tamu diruangan itu.
            Hari-hari selanjutnya kerena tugas kami mengajar murid-murid sekolah SLB Binajiwa membuat rumah kami setiap hari ramai dengan murid-murid yang ingin belajar bersama dirumah, termasuk Budi. Setiap hari dia datang dan seperti biasa dia selalu bersembunyi di kolong meja sampai aku menyuruhnya keluar dari sana, ternyata dia malu. Sampai pada suatu malam minggu aku kedatangan tamu teman laki-laki dari posko KKN sebelah desa saat Budi juga sedang di rumah poskoku. Dia ngambek dan bersembunyi di balik pintu enggan juga keluar sampai teman laki-lakiku pulang.
            Suatu hari Ninik teman sekamarku memberiku selembar surat dengan amplop warna pink entah isinya apa. “Ini dari Budi, katanya untuk kamu” kata Ninik sembari memberikan surat itu. Di dalam amplop itu ada selembar surat dengan surat warna pink dengan animasi bunga-bunga dan tercium seperti ada bau parfum di kertas itu.
                        “Nama: Budi Yulianto
                        Nama Ayah: Yadi Yulianto
                        Nama Ibu: Purwanti Yulianto
Nama Adik: Adi Bakti Yulianto”
Begitulah isi surat itu, aku sungguh tidak mengerti arti dari surat itu. Mungkin hanya iseng karena sudah bisa menulis dan mempraktikan seperti yang di ajarkan di sekolah.
            Pagi ini aku bertemu Budi di sekolah, aku menyapa dan mengajaknya senyum. Tapi entah apa yang ada dalam pikirannya, dia seperti marah padaku. Dengan muka kesal, bibir manyun membuatku tertawa sendiri dalam hati karena aku tidak merasa punya salah apapun padanya. Siangnya ada surat yang sama lagi aku terima, dengan amplop dan isi yang sama persis. Aku belum juga paham maksud Budi mengirim surat ini. aku menganggapnya biasa saja karena memang ada yang kurang pada dirinya. Saat bertemu di sekolah sehari setelah surat itu aku baca, dia bermuka lebih kesal dan ternyata aku tahu dia kesal karena aku tidak membalas surat yang dia kirim. Dan itu berlanjut sampai ada setumpuk surat dari Budi yang isinya sama.
            30 hari sudah kami mengabdi pada desa Tanjungsari dan SLB Binajiwa, tidak terasa sudah saatnya mengucapkan selamat tinggal pada teman-teman luar biasa yang kami ajar di SLB Binajiwa. Teman-teman yang menumbuhkan semangat belajar kami untuk meneruskan perjalanan pendidikan kami lebih tinggi lagi dengan segala kekurangan mereka, mereka bisa punya semangat untuk menuntut ilmu.
            Hari ini adalah hari terakhir mengajar di kelas SLB Binajiwa, berpamitan dengan anak-anak tapi sepertinya mereka tidak berkenan memberi ijin kami pulang. “semangat teman-teman, kalian istimewa dan luar biasa.” Kami pun pulang dengan membawa kenangan dari SLB Binajiwa yang akan selalu ada di hati kami, senyum anak-anak luar biasa yang tidak akan kami lupakan.
            Sore ini setelah membereskan segala pakaian dan barang-barang kami berpamitan dengan Pak sosro, karena kami juga sudah mengadakan perpisahan kecil di kampung tadi malam, kami langsung bersiap untuk perjalanan menuju kota. Tapi muridku Budi yang ikut membantu membereskan barang-barang kami, tidak mengijinkan aku pulang, dia merengek menangis menahanku agar tidak pergi. Dan akhirnya kami pulang setelah Budi di tenangkan oleh Pak Sosro dan Istri setelah aku berjanji akan datang lagi untuk menjenguknya.
            Hari-hari disisa akhir kuliahku berjalan begitu cepat. Aku masih dengan keseharianku di kos dan tugas sekeripsi tentunya yang sudah menantiku untuk selangkah maju menuju baju toga itu. Siang ini aku hanya menganggur dan bosan sekali di kos, tidak ada aktivitas menyenangkan yang bisa aku kerjakan sampai tiba-tiba aku di panggil teman kamar sebelahku. Terdengar ramai diluar sepertinya ada hal yang tidak biasa, ternyata aku kedatangan tamu dari desa Tanjungsari. Aku begitu kaget melihat sosok orang dengan badan besar tinggi, berkumis tipis dan brewok tipis di dahinya. Orang itu berumur sekitar 28th, dia adalah Budi murid SLB Binajiwa. Tidak kaget kalau kos-kosan mendadak heboh karena ada anak SLB yang mencariku.
            Aku sama sekali tidak menyangka Budi bisa sampai ke tempat kos ku yang berjalak jauh dari desa Tanjungsari, aku melihat ditangannya menggenggam kertas bertuliskan “Dari jalan pahlawan Tanjungkarang naik bus Mahardika sampai ke terminal Sukokiwo. Lalu naik BUSKencana bilang sama Pak  Kenek Busmau ke Terminal Giwangan. Lalu turun dan cari Buslagi jurusan Jogja kota baru. Lalu naik BusTuyul sampai ke desa Babarsari RT 4 gang Pandan wangi”. Selembar surat itu dari guru Budi di SLB Binajiwa.
            Aku mengajak Budi jalan-jalan sebentar lalu mampir di warung kopi di Desa tempat aku kos. Banyak juga yang bertanya termasuk Ibu pemilik warung kopi, “adiknya ya mbak?” bingungnya aku mau menjawab apa. Senyum kecil isyarat untuk Ibu pemilik warung kopi, dan semoga Ia paham. Selesai makan aku mengantar Budi ke terminal dan mencarikannya bus yang langsung menuju ke Tanjungsari.
            Sore ini aku mencoba berkelut dengan sekeripsiku, panas dan begitu penat melihat lembar-lembar kertas yang tak kunjung selesai. Tiba-tiba ada Ibu kos yang mengetuk pintu kamarku, aku segera membukakan pintu dan mempersilahkan Beliau masuk. Aku terkejut saat Ibu Kos memberikan kabar tentang kabar Budi yang sekarang sedang Opname di JIH (Jogja International Hospital). Keluarga Budi memintaku untuk datang ke Rumah Sakit atas permintaan Budi karena menurut informasi dari Ibu Kos dia demam tinggi dan mengigo memanggil-manggil namaku. aku segera bergegas mandi dan bersiap ke JIH sore ini juga.
            Sesampai di Rumah Sakit aku langsung menuju ke bagian informasi untuk menanyakan di kamar mana Budi di rawat. Segera aku menuju kamar kelas 1 dan aku mengintip sedikit di balik gorden pintu, aku melihat Budi yang matanya tertutup tapi mulutnya seperti masih berteriak-teriak. Aku beranikan diri untuk masuk menemui Budi dan keluarganya. Aku pegang tangannya dan berkata “Aku di sini Budi, menjenguk kamu. Budi apa kabar?”. Dia membalas memegang tangaku dan membuka matanya, dia terlihat begitu gembira dengan senyum polos selalu dia berikan padaku dulu. Badannya memang panas dan sepertinya keadaaannya buruk.
            Jam kunjung Rumah Sakit sudah habis karena sudah lebih dari jam 8 malam. Aku ingin segera berpamitan dengan Budi dan keluarganya. Tapi Budi mengamuk dan benar-benar tidak mengijinkankku untuk pergi. Dia memegang tanganku erat-erat sambil tetap berteriak-teriak meminta Ibu dan Ayahnya untuk menahanku tetap di sana. Perasaanku campur aduk, dari yang awalnya ragu untuk datang memenuhi permintaan orangtuanya dan sekarang ditambah aku yang tidak di ijinkannya pulang. Ibunya terlihat meneteskan air mata tersirat harapan agar aku tetap di sini menemani sisa hidup Budi. Ada bagian di air mata Ibu Budi yang mengerti perasaanku, tidak mungkin aku mengorbankan hidupku untuk menemani Budi mengorbankan masa depanku yang masih panjang ini. Dan akhirnya dengan terpaksa aku harus meninggalkan Budi yang keadaannya masih buruk dan berharap dia segera sehat kembali. “semoga lekas sembuh ya Budi, aku selalu berdoa untukmu. Kapan-kapan aku akan main ke rumahmu kalau kamu sudah sembuhJ”, meskipun Budi tetap mengamuk dan menangis akan kepergianku malam itu.
            Berbulan-bulan lamanya aku memendam cerita cinta si anak luar biasa itu tanpa ada siapapun yang tahu kecuali Budi dan keluarganya. Sampai suatu hari aku mendengar kabar yang kurang menyenangkan dari teman KKNku dulu. Kabar duka dari Budi Yulianto yang sekarang sudah berpulang dan meninggalkan puing-puing kenangan di hati diumurnya ke-30. Kisah cinta si anak luar biasa yang ternyata endingnya kurang menyenangkan. Dan aku memutuskan untuk menyimpan cerita ini sebagai kenang-kenangan darinya entah kapan kisah ini akan aku kisahkan.
            Rahasia Ilahi yang tidak pernah terfikirkan olehku, yang ternyata anak yang terlahir dengan kekurangannya ternyata bisa merasakan rasanya jatuh cinta seperti manusia pada umumnya. Mungkin hanya sedikit fisik dan mentalnya yang terlahir tidak sempurna tapi hati dan perasaannya terlahir sempurna seperti layaknya manusia yang terlahir normal fisik maupun psikis. Semoga di Surga kelak kita akan bertemu lagi, Budi.
TAMAT


Desy Afrida Hardiyati, 11 April 2015
Cerpen ini dibuat atas inspirasi dari guru tercinta Ibu Samilah, teruntuk beliau dan Budi yang akan selalu menjadi bagian dari cerita hidup Ibu :)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kekasih Pulau Sebrang

Ditulis Tanggal 15 September 2014


Aku adalah seorang pelajar di salah satu sekolah menengah kejuruan di Yogyakarta. Dan tahun ini aku akan menempuh Ujian Nasional untuk mengakhiri masa putih abu-abuku. Dan ditahun ini pula Joo, akan melaksanakan wisuda S1nya di salah satu perguruan tinggi swasta di Yogyakarta dan akan meninggalkanku di kota istimewa ini sendirian untuk kembali ke tanah kelahirannya. Joo adalah seorang mahasiswa semester akhir yang bukan berasal dari kota istimewaku ini. Dia senior yang aku kenal di sekolah dulu, sudah satu tahun ini kami menjalin hubungan. Kami berkenalan saat ada acara di salah satu sekolah yang melibatkan siswa-siswi SMA dan mahasiswa bertemu dalam satu event.
Entah bagaimana kita bisa berkenalan hingga akhirnya dekat dan menjalin hubungan. Aku ingat saat dia mengajakku jalan untuk pertama kalinya, dan saat dia menyatakan cinta di tepi pantai sore itu. Aku selalu merindukan saat-saat bersamanya dulu.
Ujian Nasional pun berakhir dan di bulan ini lah Joo melangsungkan wisudanya. Betapa berat hati ini melepas kepergian kekasih hati. Dan aku pun tak tahu kapan kita bisa bertemu kembali. “Hati-hati sayang! Aku akan selalu merindukanmu,” kataku sambil memeluknya di ruang tunggu tempat pengantaran terakhir di bandara siang itu. Tak peduli berapa pasang mata yang memandang kami. “Jaga diri kamu baik-baik, aku pasti kembali”, katanya sembali mengusap air mata yang berlinang di pipiku.
Joo mengecup keningku seolah tak ada seorang pun di tempat itu. Suara mbak-mbak wanita yang mengisyaratkan pesawat yang ditumpanginya akan segera lepas landas menambah kegelisahan hatiku. Aku mencoba melepaskan genggaman tanganku dari jari-jarinya yang sedari tadi enggan aku lepaskan. Anak kecil yang duduk tidak jauh dari dariku entah sengaja atau tidak memutar lagu di Hpnya, “bersabarlah sayang, aku akan pulang. Jangan dengarkan gosip belaka tentang aku. Bersabarlah sayang aku akan pulang.....”
Perpisahan memang tidak ada yang mudah sekalipun itu menjanjikan kebahagiaan. Aku seakan tidak siap untuk menjalani hari sendiri tanpanya. Yang biasanya kita selalu makan di warung nasi rames itu berdua, dan setiap aku tidak bisa menghabiskan nasinya. Aku akan menyuruhmu untuk menghabiskannya sampai ke tulang-tulangnya, kini aku hanya bisa makan sendiri dan ku buang sisa nasi yang tidak habis itu. Tidak ada lagi yang aku jambak rambutnya saat aku kesal karena rambut itu tidak juga di potong, bahkan sudah seperti sarang burung. Tidak ada lagi yang mengambil foto pose alay dan aku ajak selfie saat jalan-jalan di pantai, gunung, sawah, taman, bahkan Malioboro yang dulu rajin kita kunjungi. Tidak lagi ada suara yang khas yang katanya mirip Judika itu sepanjang jalan aku mengendarai motor. Karena biasanya aku harus mendengarkan puluhan lagu yang kamu nyanyikan sepanjang jalan bak mendengarkan radio tanpa berhenti bernyanyi. Tapi semua itulah yang aku selalu rindukan.
Bulan pertama terasa begitu asing ketika aku dan dia yang dulunya selalu bersama kini nyaris tidak pernah bertemu selain di dalam mimpi dan khayalan. Rasa rindu yang kian menyiksa setiap detiknya terus dan terus saja tak henti-henti menyerang lubuk hati ini. Bertukar cerita saat larut datang adalah cara kita untuk melepas sejenak rasa rindu yang bergejolak ini. Sering kali tiba-tiba telepon mati setelah berjam-jam menelpon lalu ada SMS masuk, “sayang pulsa habis kesel banget sumpah!” Dan akulah yang selanjutnya akan menelponnya sampai pulsaku pun ikut habis sebelum kami puas.
Andai ada makelar rindu yang bisa membeli rasa rindu, mungkin kekayaanku melebihi kekayaan Bapak Aburizal Bakri yang jadi orang terkaya masa kini di Indonesia. Setiap malam aku selalu menyempatkan diri untuk melihat foto-foto kita dulu saat bersama di laptopku. Oh, menatap fotonya seperti hanya meneguk setetes air di gurun pasir. Mungkin jika operator bisa menyadap SMS kami, mungkin dia akan bosan mendengar berkali-kali bahkan berjuta kali kami berkata rindu.
Setiap hari kami selalu menyempatkan diri untuk mengobrol di telepon, dia sering menyanyikan lagu bersama gitarnya yang dulu sering kita pakai untuk bernyanyi berdua.
“Semua kata rindumu semakin membuatku tak berdaya, menahan rasa ingin jumpa. Percayalah padaku aku pun rindu kamu, ku akan pulang melepas semua kerinduan yang terpendam.”
Lirik lagu yang selalu menempel di hatiku, lagu yang sering dia nyanyikan lewat telepon.
          Memasuki tahun kedua perpisahan kita aku sudah mulai terbiasa melewati kesendirian ini. Rasa cemburu sering kali terbesit di pikiranku, wajar saja kerena aku benar-benar tidak bisa melihat apa pun yang dia lakukan di sana. Kadang aku sering kesal saat dia tidak menghubungiku seharian sampai larut. Tapi aku harus bisa mengerti kapan aku harus memberi dia perhatian, dan mengerti saat dia tidak ingin diganggu. Kerena di sana sudah memasuki dunia kerja, cerita terakhirnya lewat telepon kemarin dia sudah mulai mengajar di salah satu sekolah swasta di kotanya. Dan aku sendiri sudah mulai sibuk dengan tugas-tugas kuliahku. Di sinilah kita harus bisa saling mengerti.
          Memasuki kesibukannya yang sekarang sudah menjadi mengajar tetap, membuat Joo sibuk dengan dunia barunya. SMS berisi “sudah makan? Lagi apa sayang?” sudah mulai jarang aku terima. Malam ini aku mencoba menghubunginya dan bertanya, “sibuk banget ya Pak Guru?” Beberapa saat kemudian ada SMS masuk dari Joo, “maaf banget bukan maksud gak hubungin kamu.....” Mengerti dan mengerti yang hanya bisa aku lakukan saat ini. Meskipun dalam hati aku rapuh dan butuh pundak untuk bersandar, layaknya perempuan yang juga butuh diperhatikan. Aku hanya meminta waktu larutnya sebentar saja, biar aku terima pagi, siang, sorenya dia habiskan untuk kesibukannya. Tapi tolong untuk larut saja sisakan untukku. Untuk sekadar melepas rindu lewat telepon saja.
          Siksaan LDR ini tidak terasa 2 tahun sudah kita lewati bersama, banyak yang bisa aku ambil dari pohon LDR ini. Sebongkah kepercayaan saja modal kita satu sama lain. Kesabaran dan penantian sudah akrab di telinga kami. Di masa kuliahku yang hampir memasuki semester 5 tidak sedikit godaan yang menggoyahkan kesetiaan ini. Tapi tak sedikit pun terbesit pikiran akan berpalilng dari Joo. Meskipun terkadang terlintas keraguan tapi aku selalu mencoba percaya karena hanya itu saja modal yang kami punya. “pacar kamu mana? Cie cie jomblo ya? Udah deh cari aja yang baru,” “kamu gak takut di sana ditinggal cari sampingan?” kata-kata seperti ini sering kali terdengar dari mulut teman-temanku. Terlalu panas telinga ini karena terlalu sering mendengarnya, tapi selalu aku coba membesarkan hati dan menjawab singkat, “aku yang mengenal dia bukan kalian. Soal sampingan itu tergantung orangnya.”
          Hubungan ini mengajarkanku bagaimana menghargai satu sama lain, belajar bersabar dan melawan seribu rasa kesepian. Aku menjadi tahu seberapa berharga seseorang saat dia tidak bersama kita lagi. Besarnya cintaku pada Joo tidak akan aku menukarnya hanya karena rasa kesepian ini. Karena keyakinanku hanya satu, hanya menunggu waktu. Dan kebahagiaan ini akan terpuaskan.
          “sayang kamu libur kapan?” tanyaku lewat telepon disuatu malam yang cukup sepi. “Bulan depan setelah tahun ajaran ini selesai, insyaallah libur satu bulan. Aku ambil cuti.” Jawabnya datar terlihat lelah atas sehariannya yang sibuk. “Aku pasti jenguk kamu, kamu yang sabar,” kata-kata yang paling sering sekali aku dengar dari telepon genggamku ini. Rasa rindu yang menusuk ini sering kali membuat embun di kedua pelupuk mataku. Aku hanya bisa berdoa agar segera Tuhan Allah cepat pertemukan kami.
          Minggu pagi yang cerah, dengan awan yang biru merekah dan burung-burung yang bernyanyi dengan kicaunya, menambah semangatku hari ini. Hari ini free tanpa jadwal apapun, hanya berbaring di tempat tidur saja sedari pagi. Tiba-tiba HP pun berbunyi, 1 pesan di terima dari Joo, “Aku sampai Jogja jam 1, kamu bisa jemput sayang? Aku tunggu di bandara. I Love U,” satu kalimat yang membuat ku sedikit shock dan tidak bisa berkata apa-apa. Sudah 2 tahun ini kami benar-benar tidak bertemu, dan tiba saatnya kita akan bertemu lagi. Begitulah rasanya, tidak mampu lagi di gambarkan. Rasa rindu yang meletup-letup ini seperti layaknya seekor anak ayam yang tersasar kemudian bertemu ibunya. Ingin segera memeluk erat ibunya. Tidak pikir panjang aku langsung membalas pesan itu, “I love U too.”
          Segera aku bergegas lari dan bersiap-siap untuk segera pergi ke bandara. Jam menunjukkan pukul 11, aku tidak sabar lagi menunggu jam 1 tiba. Mungkin rasa bahagia ini jika dilukiskan di kain kanvas akan menghabiskan ber-meter-meter kain kanvas. Ingin segera aku berjumpa dengan pencuri hati itu, sudah tergambar dalam pikiranku bagaimana keadaannya sekarang. Apa dia sekarang mendadak putih mirip Justin Bieber? Apa dia sekarang hitam seperti Bapak Obama? Uh aku tidak sabar lagi untuk pertemuan ini.
          Dengan baju warna putih bercorak bunga-bunga manis dan hijab dominan merah serta sepatu yang tidak kalah ceria aku segera bergegas menuju bandara. Sesampai di bandara pukul 13.00 WIB aku menuju ke tempat ruang tunggu yang dulu adalah tempat perpisahan kita serta menjadi pertemuan terakhir kita. Suasana ramai oleh pengunjung yang mungkin menjemput atau sedang menunggu pesawatnya tiba. Mungkin juga ada yang bernasip sama denganku, menanti kekasih hatinya turun dari burung besar yang membawanya meninggalkanku itu.
          Waktu menunjukkan pukul 13.20 WIB aku sudah tidak sabar lagi menanti Joo datang, tapi entah kenapa tak kunjung terlihat batang hidungnya. Aku coba kirim sepatah kata lewat SMS, “sayang aku udah di ruang tunggu. Kamu udah sampai?” Joo membalas pesanku tanpa menunggu lama, “Pesawatku dellay jam 3 sore baru sampai sayang, gimana?” “Yasudah aku tunggu. Take care honey.” Ouggh harapanku ingin segera bertemu kekasih hati harus tertunda, dan aku harus menunggu lebih lama.
          Hati semakin gelisah dan rindu ini semakin berkecamuk, terbesit pikiran sambi menunggu jam 3 aku mencoba menunggu di kantin bandara. Sekedar melepas kejenuhan, karena memang menunggu itu membosankan. Aku memesan minuman dan semangkok bakso kepada wanita setengah baya yang berpakaian rapi warna putih celana hitam itu. Wanita itu mendatangiku beberapa saat setelah aku duduk di kursi kantin.
          Beberapa saat kemudian wanita paruh baya yang ku tahu dia adalah pelayan di kantin itu datang membawa baki berisi minuman dan bakso yang aku pesan, “silahkan non baksonya. Ada lagi?” Tiba-tiba suara yang tidak asing bagiku menjawab dari arah tidak jauh dariku, “tambah bakso satu ya buk, sama es teh.” Tidak fikir panjang lagi aku tengok ke arah suara itu. Dan benar saja, rasa tidak percaya itu adalah Joo. Batang hitung yang sedari tadi aku tunggu-tunggu kini akhirnya datang juga. Dia bohong kalau pesawatnya sampai Jogja jam 3. Uhh! Dia tetap saja terlihat manis dengan rambut ikalnya dan senyumnya yang khas.
          Rasa haru, sedih, bahagia, kaget bercampur aduk dalam benak hati. Aku langsung berdiri dan memeluknya tanpa menghiraukan berapa pasang mata yang menatap ke arah kami. Wanita pelayan kantin yang sedari tadi melihat kami hanya tersenyum lalu berlalu masuk ke dalam dapurnya untuk membuatkan pesanan Joo atau mungkin pelanggan lain. Tubuh ini enggan melepaskan pelukan ini, hanya ini yang jiwaku inginkan saat ini. Pelukan hangat yang hampir tidak pernah lagi aku rasakan.  Tidak bisa digambarkan lagi bagaimana rasa senang dalam hati ini, setelah 2 tahun kita berpisah dan akhirnya Tuhan Allah mempertemukan kita lagi.
          Joo akhirnya mencoba menyuruhku untuk melepaskan pelukan kita. Dan kami pun duduk di kantin bandara menunggu  makanan Joo yang tadi dipesan. Betapa bahagia hati ini Tuhan, trimakasih.
          Sebulan ini kita lewati hari-hari bersama, kita kembali menyusuri tempat-tempat yang dulu kita pernah kunjungi. Sekadar flashback kenangan-kenangan kita dulu, dan seakan semua seperti saat dulu kita menghabiskan waktu di kota istimewa ini. Rasa rindu ini puas terbayar sudah tanpa sedikitpun yang tersisa. Pertemuan ini hanya seperti mimpi dan angan-anganku saja.
          Sampai akhirnya tiba saatnya Joo harus kembali ke tanah kelahirannya untuk melanjutkan kewajibannya di sana. Lagi dan lagi aku harus merasakan perpisahan yang menyebalkan ini. Andai boleh aku ingin ikut bersamanya atau dia yang aku tahan untuk tidak pergi lagi. Dengan wajah cemberut dan kesal karena tidak ingin ada perpisahan aku mengantarkannya lagi ke bandara, satu-satunya tempat kenangan dan penuh harap. Aku tidak rela dia meninggalkan ku lagi di kota ini sendiri. “Aku gak mau kamu pergi lagi,” kataku tanpa melepaskan genggaman tangannya. Dengan senyum dan penuh harap dia menjawab, “tenang sayang, aku hanya pergi sebentar. Tahun depan setelah kamu wisuda aku akan datang lagi ke rumahmu membawa kedua orang tuaku dan tidak lupa membawa cincin untuk melamarmu. Makanya kamu kuliah yang rajin biar cepat lulus. Semakin lama kamu lulus semakin lama pula pertemuan kita nanti.” Air mata ini tak kuasa lagi ku bendung, dan mengalir membasahi pipi yang sedari tadi memerah. Aku hanya mengangguk ternyenyum dan meyakinkan diri, dan pelukan terkahir ini mengantarkannya untuk pulang. Satu harapan dia berikan sore itu ku bawa pulang dan ku simpan baik-baik sampai kelak Tuhan Allah mempertemukan kita lagi. Tidak hanya sekadar pertemuan singkat, tapi pertemuan yang mengantarkan kami ke pintu kebahagiaan. Terimakasih Tuhan Engkau beri kami kesempatan untuk bertemu. Terimakasih 
             Namun ceritaku tidak berakhir manis, Jarak adalah yang selalu dipersalahkan ketika pasangan LDR berpisah. Alih-alih ketidakmampuan mereka menjaga komitmen. Akhirnya kami dipisahkan oleh banyak hal, bukan aku tidak mau berjuang lagi. Hanya aku tak mampu bertahan terlalu lama pada keadaan seperti ini.

Cerita ini kebanyakan hanya fiktif belaka, hanya segelintir pasangan LDR yang berhasil, LDR adalah dimana rumah kamu dan dia tidak mampu ditempuh beberapa jarak. Bukan pasangan yang tinggalnya berjauhan dikarenakan si dia bekerja atau hal lain karena keadaan ini cepat atau lambat dia akan pulang kerumah. Namun tidak ada yang tidak mungkin jika sama-sama ada usaha, pengorbanan banyak dibutuhkan untuk pasangan LDR sesungguhnya seperti ini. Maaf jika ada kesamaan tokoh, cerita, watak penulis mohon maaf.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
 

Desy Afrida Hardiyati Copyright 2009 Sweet Cupcake Designed by Ipiet Templates Image by Tadpole's Notez